Analisis

OPINI – Dendam pribadi di balik pengunduran diri Hariri

Pengunduran diri Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri tak ada kaitannya dengan persaingan strategis atau konflik yang sedang berlangsung antara Iran dan Arab Saudi

Ekip  | 22.11.2017 - Update : 23.11.2017
OPINI – Dendam pribadi di balik pengunduran diri Hariri Mantan Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri mengunjungi makam ayahnya, mantan Perdana Menteri Lebanon Rafik Hariri, yang tewas dibunuh, saat tiba di Beirut setelah mengundurkan diri dari jabatannya dan meninggalkan negara tersebut 17 hari yang lalu, di Beirut, Lebanon pada 22 November 2017. (Houssam Shbaro - Anadolu Agency)

Ankara

Bahaa Hariri, putra mendiang Perdana Menteri Lebanon Rafik Hariri, mendarat di Washington dengan pesawat jet pribadinya di musim semi 2011. Banyak yang menduga kedatangan Bahaa ini terkait dengan adik lelakinya, Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri, yang dijadwalkan mengunjungi Washington dan bertemu Barack Obama di bulan Juni.

Namun Bahaa tidak datang ke AS untuk membicarakan urusan sang adik. Dia berada di Washington untuk membahas urusannya sendiri dan mencari kesempatan untuk menjadi pemimpin Lebanon, menggantikan adiknya.

Ketika Rafik Hariri tewas terbunuh pada 2005, semua mata tertuju kepada si sulung Bahaa sebagai pengganti. Tetapi ketika Bahaa dan Saad mengunjungi mendiang Raja Arab Saudi Abdullah di Riyadh, kerajaan Saudi memerintahkan keduanya untuk bertukar peran: Saad akan mewarisi kepemimpinan politik sang ayah, sementara Bahaa kebagian mengurus kerajaan bisnis Hariri.

Kesepakatan itu berjalan baik untuk beberapa saat, sampai Bahaa mengatakan kepada Saad dia berencana menjual bagian saham miliknya dari bisnis keluarga. Untuk menjaga kepemilikan saham tetap di tangan keluarga besar, Saad membeli jatah Bahaa. Kesalahan ini harus ditebus Saad dengan mahal, hanya gara-gara dia memilih untuk menyiram sang kakak dengan uang panas.

Ketika Bahaa Hariri datang ke Washington pada musim semi 2011, ketika di semenanjung Arab sedang terjadi Arab Spring, Bahaa menggelontorkan banyak uang untuk bertemu dengan pelobi dan pembuat keputusan di Washington. Dia juga mendonasikan USD10 juta kepada Atlantik Council untuk pembangunan Rafik Hariri Center.

Baru beberapa hari ‘belanja relasi’ di Washington, Bahaa Hariri menerima telepon dari Riyadh. “Naik ke jet Anda sekarang, dan tinggalkan Washington,” tukas si penelepon kepada Bahaa. Dia tak punya pilihan lain selain mematuhinya.

Sementara itu di Lebanon, Saad Hariri hanya bisa terdiam sembari menyaksikan kerajaan bisnis yang dibangun ayahnya karam. Perusahaan kontraktor andalan mereka, Saudi Oger, mengalami penggelapan dana besar-besaran, sehingga membuat pemerintahan Saudi menahan pembayarannya untuk keluarga Hariri.

Supaya perusahaannya tetap bertahan, Saad Hariri mengunjungi beberapa negara untuk mencari pinjaman. Pemerintahan Qatar, Doha, berbaik hati memberinya pinjaman lunak seumur hidup, sementara “Pemimpin Kaum Sunni” dari Lebanon ini mencari jalan keluar dari kesulitan keuangan yang membelitnya.

Musim panas ini, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) meluncurkan serangan media melawan Qatar, dengan melansir pernyataan dari Emir Qatar Sheikh Tamim al-Thani, yang mengatakan Qatar akan memperbaiki hubungan dengan Iran. Ternyata, situs berita Qatar yang memuat pernyataan tersebut diretas, sehingga pernyataan palsu Emir Qatar tersebut terpublikasi.

Ketika Qatar, dengan bantuan AS, membuktikan situs berita tersebut menjadi korban peretasan, Arab Saudi, UEA, Bahrain, dan Mesir mengumumkan aksi “boikot” kepada Qatar. Mereka membuat 13 daftar tuntutan yang harus dipenuhi Doha, termasuk menutup kanal Arab milik Al Jazeera.

UEA dan Arab Saudi lantas melancarkan serangan diplomasi, dengan menggiring negara teman-teman dan aliansi mereka untuk memutus hubungan diplomatik dengan Qatar. Beberapa negara mengikuti, tapi beberapa yang lainnya memasang mode berjaga-jaga.

Yordania, contohnya, menarik duta besar mereka namun membiarkan kantor kedutaan besar mereka di Doha tetap buka. Kuwait mengambil sikap menjadi jembatan kedua pihak yang bertikai, demikian juga Turki.

Di Beirut, seorang kepercayaan Hariri yang sebelumnya membisiki saya informasi soal pinjaman Qatar kepada Hariri, memberi informasi bahwa Hariri juga berusaha menjaga netralitasnya. Informasi ini sepertinya benar adanya.

Hariri terlihat beberapa kali menghindari memberi komentar soal Krisis Teluk, dan bila dia terpaksa berkomentar, dia akan mengatakan harapannya supaya kesalahpahaman ini bisa dipecahkan. Pendirian ini agaknya menyinggung UEA, yang memimpin kampanye anti-Qatar.

Tangan kanan Hariri juga memberi tahu saya bahwa Riyadh memanggil Saad Hariri, menyuruhnya membayar utang-utangnya kepada Qatar, dan menawarkan untuk membantu membayarkan sebagian jumlah utangnya. Namun saat tulisan ini dibuat, informasi tentang pinjaman Qatar kepada Hariri menjadi buram dan saling bertentangan.

Namun apapun kebenarannya, Hariri mendadak muncul di televisi Riyadh bulan ini, di mana dia membacakan pernyataan mengundurkan diri sebagai perdana menteri Lebanon. Hariri sempat kembali ke negaranya pada Desember 2016, dan sebelum pertengahan November, dia mengajukan pengunduran diri secara resmi.

Pengunduran diri Hariri banyak dikaitkan dengan pendiriannya melawan pengaruh Iran di Lebanon. Tak lama kemudian, berita penangkapannya di Riyadh muncul, dan laporan soal dirinya menjadi tahanan rumah menjadi-jadi, sehingga membuat Presiden Prancis Emmanuel Macron yang sedang berkunjung ke Arab Saudi meminta pembebasan Hariri kepada pejabat penting Saudi. Hariri, selain memegang paspor keluaran Saudi dan Lebanon, juga pemegang paspor Prancis.

Ketika Saad Hariri terantuk masalah di Riyadh, kakaknya Bahaa tak buang waktu. Di Lebanon, Bahaa diyakini mensponsori gerakan yang memecah keluarga Hariri, di bawah komando mantan polisi Ashraf Rifi.

Bila Saad Hariri tak bisa hadir dalam kepemimpinan, Bahaa – yang dikenal dekat dengan penguasa UEA – akan ada di sana untuk menggantikannya. Paling tidak, Rifi bisa memenangkan blok parlemen yang bisa jadi berguna buatnya dalam pemilihan yang dijadwalkan terjadi pada Mei. Rifi bisa sementara duduk sebagai perdana menteri menggantikan Saad, sampai pada saatnya Bahaa Hariri muncul sebagai pemimpin Sunni dan perdana menteri baru.

Rencana UEA, Bahaa Hariri, dan Ashraf Rifi ini sepertinya sangat mungkin dilakukan di atas kertas. Namun pada kenyataannya, kemunculannya sebagai pemimpin kaum Sunni saja tidak akan cukup mengantarkannya duduk di kursi perdana menteri Lebanon.

Kelompok-kelompok politik Lebanon, beserta imam-imam di belakang mereka, terlibat dalam salah satu percaturan politik paling rumit di planet ini. Pengangkatan presiden di Lebanon umumnya membutuhkan waktu satu sampai dua tahun. Pemilihan perdana menteri, kalau tidak dilakukan sepaket dengan pemilihan presidennya, juga makan waktu satu sampai dua tahun.

Bahkan pernah, pembentukan kabinet di Lebanon menghabiskan waktu dua tahun, di mana sepanjang waktu mereka berjibaku dengan konflik dan masalah.

Dari sudut pandang faksi pro-Iran Lebanon – Hezbollah, Presiden Michel Aoun, dan Ketua Parlemen Nabih Berri – bila Bahaa Hariri lebih dekat dengan UEA, dan otomatis juga lebih dekat dengan kepemimpinan Arab Saudi seperti saat ini, dan kebalikannya Saad yang mungkin lebih dekat kepada Qatar, maka pilihan mereka mudah: Pilih siapa saja yang jauh dari Riyadh.

Bahaa Hariri mungkin mendapat restu dan dukungan Saudi untuk menggantikan sang adik, tapi Iran memiliki sistem pemilihan sendiri yang hasilnya bisa sangat berpengaruh pada seleksi perdana menteri Lebanon.

Selama ini, Bahaa Hariri dikenal memiliki karakter yang lebih meledak-ledak dan menyukai konfrontasi ketimbang sang adik. Bila dia menjadi perdana menteri Lebanon, Iran dan sekutu-sekutunya – terutama Hezbollah – akan terpinggirkan. Menurut para pendukung faksi pro-Iran, ini adalah alasan yang membuat keinginan Bahaa menjadi penguasa di Lebanon akan susah, bila tak bisa disebut tidak mungkin.

Pengunduran diri Hariri, oleh karena itu, tidak ada hubungannya dengan persaingan strategis antara Iran dan Arab Saudi. Malah, banyak sekali mengandung unsur persaingan sengit dan dendam pribadi. Karena permasalahannya demikian, konsekuensi pengunduran Hariri tidak akan ada pengaruhnya terhadap Lebanon atau stabilitas di sana, maupun situasi antara Lebanon dan Israel.

Meski berhasil membuat perhatian dunia berpusat padanya, pengunduran Hariri ini tak lain hanyalah rangkaian dari pertikaian pribadi di mana dia – Saad Hariri – yang menjadi korban.

*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis sendiri dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Anadolu Agency

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın