Ekonomi

Industri perikanan butuh perbaikan logistik

Mahalnya biaya logistik bikin harga ikan tidak kompetitif, kalah dari produk impor

Muhammad Nazaruddin  | 20.01.2018 - Update : 21.01.2018
Industri perikanan butuh perbaikan logistik Anak buah kapal menurunkan ikan-ikan hasil tangkapan di Muara Baru, Jakarta Utara, 28 Agustus 2017. (Megiza Asmail-Anadolu Agency)

Muhammad Latief

JAKARTA

Kalangan industri perikanan meminta pemerintah memperbaiki fasilitas logistic, cold storage dan rantai dingin untuk mendukung perkembangan industri.

Direktur Utama Perusahaan Perikanan Indonesia (Perindo) Risyanto Suanda, mengatakan persoalan logistik membuat ikan produksi dalam negeri tidak kompetitif, padahal daerah tangkapan dan daerah konsumsi berjauhan.

Sebagai gambaran, kata Risyanto, biaya mengangkut ikan dari Merauke, Papua ke Jakarta mencapai Rp4.300 per kilogram (kg), sehingga harga jualnya sekitar Rp15.000 per kg.

Di sisi lain, biaya impor dari Tiongkok ke Jakarta hanya Rp1.200 per kg, sehingga bisa dijual lebih murah.

“Surplus kita di timur sebagai daerah penghasil, tidak bisa dibawa ke barat sebagai daerah konsumsi,” ujar Risyanto, saat berdiskusi “Kedaulatan Laut dan Industri Perikanan”, Jumat, di Jakarta.  

Selain itu, kata Risyanto, industri perikanan membutuhkan rantai dingin (cold chain), yaitu infrastruktur untuk mendukung industri mulai dari penangkapan, penyimpanan hingga pengiriman. Yaitu, pabrik es, cold storage, thermos king dan container pendingin.

Dengan demikian, produksi ikan di daerah terluar dan terjauh bisa dijaga kualitasnya hingga ke daerah konsumsi.

Terus meningkat

Menurut Risyanto, ketegasan pemerintah terhadap kegiatan illegal, unreported and unregulated (UUI) fishing membuat kinerja perusahaannya membaik.

Pada 2014, volume produksi perusahaan ini hanya 1.600 ton dengan nilai Rp28 miliar. Kemudian naik menjadi 25.000 ton pada 2017 dengan nilai Rp445 miliar.

Tahun ini, proyeksinya mampu menghasilkan 25.000 ton dengan nilai Rp900 miliar. Perusahaan ini menargetkan pada 2021 bisa menghasilkan lebih dari 250 ton ikan dengan nilai Rp4 triliun.

Menurut dia, setelah tindakan tegas pemerintah pada pelaku (UUI) fishing, kawasan fishing ground menjadi tidak terlalu jauh dari tempat tinggal para nelayan. Di Sorong, nelayan hanya cukup melaut sekitar dua jam untuk bisa menangkap blue tuna, salah satu ikan tuna yang harganya mahal.

Kondisi yang sama, menurut dia, juga dialami oleh nelayan di Motorai, Tahine, Mentawai.

“Keunggulan-keunggulan setelah hilanngya illegal fishing ini harus dikapitalisasi. Kita harus bisa isi kekosongan yang ditinggalkan pelaku illegal fishing,” ujar dia.

Dirjen Penguatan Daya Saing, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Nilanto Perbowo di tempat yang sama mengatakan ketegasan pemerintah melarang kapal asing beroperasi berhasil meningkatkan produksi ikan nasional.

Angka stok ikan menjadi 12,54 juta ton pertahun pada 2017. Sebelumnya pada 2015 hanya sebanyak 9,93 juta ton dan 2013 hanya sebanyak 7,31 juta ton.

“Karakter perikanan Indonesia itu tidak ada kematian ikan dalam jumlah besar karena sebab alam. Kalau ikan berkurang banyak, maka ini karena penangkapan,” ujar Nilanto. 

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın