Ekonomi

Pemerintah andalkan tiga sumber energi baru terbarukan

Potensi energi panas bumi Indonesia nomer dua di dunia setelah Amerika Serikat

Muhammad Nazarudin Latief  | 17.01.2018 - Update : 18.01.2018
Pemerintah andalkan tiga sumber energi baru terbarukan Ilustrasi - Pembangkit energi baru terbarukan tenaga angon tampak di Groningen, Belanda pada 26 November 2017. (Halil Sağırkaya - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Muhammad Latief

JAKARTA

Indonesia mengandalkan tiga sumber energi baru terbarukan yaitu tenaga air, panas bumi, dan tenaga surya untuk memenuhi target bauran energi baru terbarukan 23 persen pada 2025 mendatang.

Menteri Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan pada Selasa mengatakan porsi energi baru terbarukan dalam bauran energi pembangkit listrik kini lebih dari 12 persen.

“Delapan tahun ke depan, kami yakin bisa tercapai target bauran tersebut, terutama dalam pembangunan pembangkit listrik,” ujar Menteri Jonan dalam pernyataannya.

Menurut Menteri Jonan, salah satu sumber energi baru terbarukan utama adalah tenaga air. Tahun lalu, pihaknya berkomitmen sekitar 1.000 Mega Watts (MW).

Sumber energi berikutnya adalah panas bumi dengan potensi terbesar kedua setelah Amerika Serikat.

Saat ini kapasitas terpasang panas bumi Indonesia sekitar 1,8 GW, di antaranya, PLTP Sarulla sudah on-stream 220 MW dari 2 unit. Maret tahun ini, kata Menteri Jonan, unit 3 akan on-stream sehingga total kapasitas menjadi 330 MW.

“Delapan tahun ke depan, dari panas bumi bisa lebih dari 3.000 MW lagi,” ujar dia.

Sedangkan untuk energi surya, Menteri Jonan yakin akan terus berkembang karena harga dan teknologinya yang makin kompetitif.

Pemerintah juga mendorong pemasangan instalasi pembangkit energi ini di tempat-tempat umum, seperti bandara terminal hingga rumah tangga.

Pemerintah, menurut Menteri Jonan, juga menggunakan tenaga surya untuk Lampu Listrik Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE). Tahun 2018 targetnya akan dipasang pada 175.782 rumah di 15 provinsi.

“Lampu ini sudah menerangi 2.500 desa yang memang tidak ada listrik sama sekali,” ujar dia.

Di tempat-tempat tersebut, dipasang Independent Solar System, dilengkapi dengan empat lampu serta colokan untuk mengisi ulang baterai telepon genggam dengan biaya sekitar Rp2 juta tiap rumah.

“Ini dilakukan untuk mencapai rasio elektrifikasi hingga 99 persen pada 2019,” ujar Menteri Jonan.

Di tempat berbeda, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan pemerintah tidak bisa memasukkan program LTSHE sebagai bagian dari program rasio elektrifikasi nasional.

Program ini adalah pra-elektrifikasi dan bukan untuk pemberian akses listrik.

Menurut Fabby, pemerintah perlu transparan mengenai definisi rasio elektrifikasi, tingkat pelayanan atau jam rata-rata listrik menyala, dan sumber data untuk rasio elektrifikasi.

Fabby beranggapan pemerintah perlu bekerja lebih keras mencapai target rasio elektrifikasi, mengingat kondisi geografis dan sebaran penduduk yang tidak merata.

“Upaya pelistrikan sebaiknya dilakukan melalui pengembangan sumber energi terbarukan setempat yang dikombinasikan dengan mini-grid,” ujar dia.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.