Analisis, Nasional

Kantong plastik sekali pakai, dilarang atau didaur ulang?

Mulai 1 Juli 2020, DKI Jakarta melarang penggunaan plastik sekali pakai melalui Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019

Muhammad Nazarudin Latief  | 02.07.2020 - Update : 03.07.2020
Kantong plastik sekali pakai, dilarang atau didaur ulang? Ilustasi: Sampah plastik di tengah lautan. (Şebnem Coşkun - Anadolu Agency )

Jakarta Raya

JAKARTA

Kalangan industri dan daur ulang berpendapat kebijakan pelarangan kantong plastik sekali pakai di DKI Jakarta tidak tepat, karena peluang untuk menggunakan kembali atau mendaur ulang masih terbuka lebar.

Pandangan itu disampaikan merespon kebijakan gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang berlaku efektif 1 Juli.

Sekadar informasi, mulai 1 Juli 2020, pemerintah DKI Jakarta melarang penggunaan plastik sekali pakai melalui Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019.

Plastik sekali pakai dilarang digunakan pada pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan pasar tradisional.

Wakil Ketua Asosiasi Daur Ulang Plastik (Adupi) Justin Wiganda mengatakan kantong plastik yang diberikan oleh toko swalayan maupun pedagang tradisional pada dasarnya bisa digunakan berkali-kali.

“Plastik itu kegunaannya pertama untuk belanja, dari toko ke rumah. Kemudian dipakai kembali, buat bungkus sampah atau apa. Menyebutnya plastik sekali pakai itu sudah salah, nyatanya bisa beberapa kali pakai,” ujar dia saat dihubungi Anadolu Agency.

Dia menganggap definisi “plastik sekali pakai” Pemprov DKI jika mengacu pada plastik “kresek” yang diberikan pada pelanggan salah.

“Kantong belanja itu yang bisa dipakai berkali-kali, terserah penggunanya,” ujar dia.

Menurut Justin, banyak plastik belanja yang digunakan selama ini layak didaur ulang.

Seringkali plastik kresek didiskriminasikan oleh pemerintah dan dianggap sebagai pencemar paling tinggi.

Menurut dia ada kesalahan menghitung volume sampah selama ini.

Menurut dia plastik yang digunakan hanya sebagai pembungkus sampah kadang dihitung bersama beserta isinya.

Karena itu jumlah sampah nonplastik yang dibungkus dianggap sebagai sampah plastik.

“Satu plastik yang jadi pembungkus sampah hingga 3 kilogram.”

“Yang disalahkan itu kantong kresek, tapi tidak ngomong sampah dalamnya. Padahal berat kantong plastiknya kan hanya 2-3 gram,” ujar dia.

Menurut Justin plastik yang terlihat pada tumpukan adalah sampah yang tidak bisa didaur ulang, seperti kemasan makanan maupun minuman.

Sementara kantong kresek adalah sampah yang bisa didaur ulang, bahkan bisa memberi nilai tambah banyak pihak, mulai dari pengepul hingga industri daur ulang.

“Mengapa yang dipermasalahkan justru plastik yang gampang di daur ulang?” ujar dia.

Menurut Justin permasalahan utama ada pada manajemen pengelolaan sampah, bukan pada plastik sekali pakai.

Manajemen pengelolaan sampah menurut dia berawal dari rumah tangga yang harus dibiasakan untuk memisahkan sampah.

Sehingga plastik yang bisa didaur ulang tidak bercampur dengan sampah lain.

“Sampah banyak, tapi bahan baku daur ulang sangat sedikit. Plastik yang bisa didaur ulang jika tercampur dengan sampah lain susah memanfaatkannya,” ujar dia.

Hingga kini, menurut belum ada alternatif bahan yang bisa menggantikan plastik, baik untuk kebutuhan belanja, rumah tangga hingga industri.

“Masyarakat bisa dibodohi dengan kata-kata ramah lingkungan. Padahal, kantong plastik dengan bahan degradable itu hanya hancur, tidak terurai. Itu malah bahaya karena akan jadi mikroplastik,” ujar dia.

Manajemen pengolahan sampah harus dibenahi

Pengamat lingkungan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Zainal Abidin mengatakan pada dasarnya plastik setelah menjadi sampah bisa dimanfaatkan kembali.

Plastik bisa didaur ulang atau direcoveri, yaitu diambil energinya atau dijadikan bahan kimia lain untuk dijadikan nonomer sebagai bahan baku plastik.

“Secara teori sebenarnya tidak ada plastik yang keluar ke lingkungan. Plastik jika sudah dipakai, kemudian dibuang itu keliru karena masih bisa digunakan lagi,” ujar dia.

Menurut dia, sampah terbesar di dunia adalah sampah organik, sekitar 50-70 dari total sampah.

Sedangkan plastik menempati urutan nomer enam, sampah plastik sekali pakai jauh lebih kecil, sekitar 6 persen dari total plastik.

“Data ini tidak digunakan sebagai dasar kebijakan,” ujar dia.

Plastik menurut dia malah mempunyai beberapa keunggulan, bahan ini lebih ramah lingkungan dibanding material lain seperti aluminium, baja, gelas bahkan kertas.

Plastik juga lebih aman, higienis, ringan, usia lebih panjang, tahan benturan, transparan dan mengkonsumsi bahan bakar lebih hemat.

“Proses produksi plastik lebih hemat sumber daya alam, hemat energi, rendah emisi dan tahan lama. Sehingga sebenarnya plastik lebih ramah lingkungan,” ujar dia.

Dengan pertimbangan ini, pemerintah menurut Zainal seharusnya tidak melarang penggunaan plastik, namun membenahi manajemen pengelolaan sampah dan mendidik masyarakat agar bisa memilah sejak dari rumah.

Pelarangan penggunaan plastik hanya akan menyusahkan masyarakat dan merugikan industri, ujar dia.

Senada dengan Justin, menurut Zainal plastik menjadi masalah karena persoalan manajemen pengelolaan sampah yang belum baik.

Menurut dia pemerintah belum bisa mendorong dalam skala massif pemilahan sampah di rumah tangga.

Padahal, praktik memilah sampah menurut dia sudah banyak dilakukan secara mandiri oleh masyarakat, namun baru sebatas lingkungan kompleks perumahan maupun rukun tangga atau rukun warga tertentu.

“Kalau mengatakan mendidik masyarakat itu susah, itu hanya alibi. Tidak susah, kebiasaan masyarakat bisa diubah, pemerintah hanya perlu menerapkan regulasi,” ujar dia.

Jika sampah sudah terpilah dengan sempurna maka sampah bisa diproses di tempat, tak perlu lagi ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Dengan teknologi yang sudah tersedia, sampah plastik bisa digunakan untuk berbagai keperluan seperti bahan bangunan, konstruksi jalan, dan bahan bakar.

Sedangkan sampah organik sudah lama diolah untuk menjadi pupuk atau pakan ternak.

“Kalau orang tidak pakai plastik hidupnya jadi sengsara. Tapi kalau sudah dipakai, jangan sembarangan membuangnya,” ujar dia.

“Pemerintah harus mengatur, supaya industri tetap jalan, masyarakat juga hidupnya mudah dan murah, lingkungan juga terjaga.”

Sudah banyak dipraktikkan

DKI Jakarta bukan kawasan pertama yang menerapkan larangan penggunaan plastik sekali pakai.

Sebelumnya Kota Semarang, Provinsi Bali, Kota dan Kabupaten Bogor, Kota Banjarmasin, Kota Bekasi dan Kota Balikpapan sudah terlebih dahulu menerapkan aturan ini.

Jika berbelanja di supermarket, toko swalayan atau pasar di daerah-daerah itu konsumen harus membawa plastik sendiri.

Jika lupa membawa kantong sendiri pelanggan bisa membeli plastik dari bahan kain atau kertas yang tersedia di toko.

Tapi sebenarnya meski tidak pernah jadi kebijakan resmi, pelanggan bisa meminta pelayan kardus bekas untuk mewadahi belanjaannya.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih mengatakan sebelum pelarangan ini diberlakukan pemerintah sudah melakukan sosialisasi pada pengelola pusat perbelanjaan, swalayan, pasar, serta masyarakat.

“Kantong plastik sekali pakai atau kresek banyak substitusinya. Sehingga tidak akan merepotkan masyarakat,” kata Andono melalui keterangan tertulis, Rabu.

Substitusi tas jenis ini seperti tas kain, tas kanvas, tas pandan dan keranjang yang bisa digunakan berulang kali.

Pemprov DKI mencatat sampah bekas kresek menyumbang jumlah yang signifikan di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang.

Total sampah di Bantargebang saat ini mencapai 39 juta ton, sebanyak 34 persen di antaranya merupakan sampah bekas kresek.

Kantong plastik itu tidak laku dikumpulkan oleh pemulung untuk didaur ulang oleh industri.

Sampah jenis ini juga membutuhkan waktu puluhan tahun hingga ratusan tahun untuk terdekomposisi secara ilmiah.

Hal ini sejalan dengan temuan Studi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menemukan bahwa 59 persen sampah yang mengalir ke  Teluk Jakarta merupakan sampah plastik sekali pakai. 

Estimasi LIPI ada aliran sampah sebesar 8,32 ton per hari dari Kawasan Jakarta, Tangerang dan Bekasi ke Teluk Jakarta.

Kebijakan tepat

Berbeda dengan analisis Zaenal, Direktur Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik Tiza Mafira mengatakan plastik adalah bahan yang berbahaya bagi lingkungan.

Menurut dia dari proses produksi, konsumsi hingga pembuangan plastic menghasilkan emisi karbon yang tinggi sehingga berkontribusi terhadap perubahan iklim.

Selain itu, plastik mencemari lingkungan karena tidak dikeloka dengan baik.

Selain itu, plastik berbahaya bagi manusia karena mencemari udara saat dibakar.

Selain itu juga berpotensi mengganggu kesehatan manusia jika digunakan sebagai wadah makanan.

Plastik juga terurai sangat lama, karena rantai karbonnya sangat panjang sehingga berbahaya bagi tanah.

“Kebijakan pelarangan penggunaan plastik sekali pakai ini tepat. Kantong kresek itu paling banyak mencemari sungai di Indonesia. Jadi kebijakan tersebut masuk akal,” ujar Tiza pada Anadolu Agency.

Menurut dia kebijakan ini tidak merugikan industri, karena kantong kresek hanya 5 persen dari total produksi plastik.

Daur ulang yang selama ini diandalkan untuk mengurangi sampah menurut dia hanya bisa mengolah tidak lebih dari 10 persen dari total produksi.

Daur ulang tidak berhasil, karena selama beberapa dekade industri memproduksi plastik dengan kualitas rendah.

“Kantong kreseknya tipis sehingga membuat mesin macet, jadi tidak disukai para pendaur ulang.”

Kualitas yang rendah inilah sumber persoalan sampah plastik, karena memunculkan plastik yang secara karakter tidak mungkin didaur ulang.

Karena itu perlu kebijakan untuk bisa menghilangkan plastik berkualitas rendah, agar volume sampah yang masuk ke industri daur ulang semakin besar, seperti yang diambil oleh Jakarta, Bogor dan kota-kota lain, ujar Tiza.

Sampah plastik menurut dia harus berkualitas karena akan mendorong masyarakat menuju sistem ekonomi sirkular, yaitu barang produksi bisa digunakan kembali oleh manufaktur.

“Ekonomi sirkular itu boleh pakai plastik, tapi pabrik bisa menerima lagi. Sehingga tidak menggunakan bahan mentah baru untuk memproduksi plastik,” ujar dia.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.