Dunia, Budaya

Mohamed Hadid: Peristiwa di Gaza pernah dirasakan ibu saya pada Nakba 1948

'Tak seorang pun boleh mengalami rasa sakit yang menghalangi mereka untuk kembali ke tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan, baik dalam hidup atau mati' kata Mohamed Hadid kepada Anadolu

Can Hasasu  | 28.11.2023 - Update : 07.12.2023
Mohamed Hadid: Peristiwa di Gaza pernah dirasakan ibu saya pada Nakba 1948 Mohamed Hadid, pengusaha properti Amerika asal Palestina dan ayah dari model terkenal, Gigi dan Bella Hadid. (Fatih Aktas - Anadolu Agency)

NEW YORK

Mohamed Hadid -- ayah dari model Palestina-Amerika yang terkenal, Bella dan Gigi Hadid --mengatakan dirinya merasa seperti pengalaman ibunya 75 tahun lalu terulang kembali dengan jelas di benaknya ketika dia melihat warga Palestina melarikan diri ke bagian selatan Gaza karena serangan Israel.

“Saya tidak ingat apa-apa karena saya baru berusia sembilan hari. Namun apa yang saya lihat di layar sangat mempengaruhi saya dan membuat saya merasakan perjuangan yang dialami ibu saya dan kesulitan yang dia hadapi untuk membawa saya ke kamp pengungsi hidup-hidup,” kata Hadid, seorang pengusaha kelahiran Palestina, dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Anadolu.

Lahir di Nazareth di wilayah utara Galilea selama Perang Israel-Palestina pertama pada 1948, Mohamed Hadid menggambarkan bagaimana kelompok-kelompok Yahudi mulai merampas tanah Palestina pada masa itu.

Hadid mengatakan bahwa ayahnya juga menampung dua keluarga Yahudi yang melarikan diri dari Eropa, mereka tiba di Pelabuhan Haifa dengan kapal dari Polandia dan Hungaria di rumah mereka di Safed, dan ibunya pergi ke Nazareth untuk melahirkannya dua tahun kemudian, selama Perang Dunia II.

Dia menyebutkan bahwa ketika dia baru lahir, ibunya, bersama saudara perempuannya yang berusia dua tahun, kembali ke rumah mereka di Safed, yang hampir diambil alih oleh pemukim Yahudi.

“Ketika saya baru berusia sembilan hari, ibu saya, membawa saya serta adik perempuan saya yang berusia dua tahun, kembali ke rumah kami di Safed. Safed hampir diambil alih oleh penduduk Yahudi di sana. Ayah saya, seorang profesor di Universitas Haifa, juga tidak ada di rumah. Saat kami sampai di bagian rumah milik ibu saya dan keluarga kami, mereka tidak mengizinkan kami masuk,” ujar dia.

Hadid bercerita, ibunya, yang menyadari bahwa mereka kini menjadi pengungsi, berusaha mengambil selimut dari rumah agar anak-anaknya tidak kedinginan di jalan.

Namun, keluarga Yahudi tidak mengizinkan mereka masuk, tidak mengizinkannya mengambil album foto.

Hadid juga mengatakan bahwa dia dan ayahnya bertemu kembali dengan ibu dan saudara-saudaranya di kamp pengungsi Suriah beberapa hari kemudian.

- Postingan media sosial saudara perempuan Hadid

“Anak-anak saya mengikuti naluri mereka tentang alam dan apa yang terjadi pada manusia di dunia. Mereka telah berkontribusi terhadap permasalahan ini selama bertahun-tahun, mulai dari bencana gempa bumi di Turkiye hingga kelaparan di Afrika, tunawisma di Asia Tenggara, dan pembangunan sekolah untuk UNICEF. Mereka selalu ada ketertarikan pada situasi kemanusiaan di antara mereka. Mereka setengah Palestina karena saya orang Palestina. Hal ini tentu saja menciptakan ketertarikan pada mereka tentang masalah ini," kata Hadid, merujuk pada unggahan putri model terkenalnya di media sosial saat ini.

Hadid juga menyebutkan banyaknya email ancaman dan kebencian yang diterima keluarga tersebut.

"Kami menerima banyak ancaman. Saya menerima banyak email ujaran kebencian. Nomor telepon kami, nomor telepon saya dan putri saya, telah dibagikan secara online. Kami telah menerima berbagai panggilan mulai dari ancaman pembunuhan yang penuh kebencian hingga kemungkinan serangan. Kami harus mengubah nomor telepon kami," kata dia.

- Antisemitisme berasal dari Barat

Membahas antisemitisme, Hadid menyoroti bahwa antisemitisme berasal dari Eropa dan mempengaruhi masyarakat di wilayah tersebut.

“Hal ini terjadi baik di Eropa Timur maupun di Barat. Tapi saya tidak bisa anti-Semit; saya sendiri berasal dari ras Semit. Saya berasal dari tanah tempat Yesus Kristus dilahirkan. Saya tidak bisa melawan diri saya sendiri," tambah dia.

Dia menggarisbawahi bahwa orang-orang Yahudi dan orang-orang Palestina adalah sepupu sebagai keturunan Abraham, dan meskipun mereka mungkin memiliki perspektif yang berbeda, mereka tidak bisa menjadi musuh.

“Tiga agama bersatu di negeri ini. Oleh karena itu, kita tidak bisa melawan mereka, dan mereka tidak bisa melawan kita,” sebut Hadid.

Dia menambahkan bahwa salah satu kesedihan terbesar di dunia adalah orang-orang tidak dapat kembali ke tanah tempat mereka dilahirkan, hidup atau mati.

“Tidak seorang pun boleh mengalami rasa sakit yang menghalangi mereka untuk kembali ke tanah tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan, baik dalam hidup atau mati,” ujar dia.

Meski orang tua dan neneknya ingin dimakamkan di tempat kelahirannya, Hadid mengatakan hal itu tidak akan mungkin dilakukan karena mereka harus mengungsi sebagai pengungsi.

Dia juga berbagi cerita tentang neneknya yang tidak bisa dimakamkan di Palestina setelah kematiannya di Pulau Rhodes selama berada di sana.

“Ini adalah cara terdekat yang bisa kami lakukan untuk membawanya ke Palestina,” ungkap dia.

Hadid juga mengatakan bahwa dia harus menguburkan orang tuanya di Amerika Serikat (AS).

"Saya juga ingin dimakamkan di tanah tempat saya dilahirkan,” tukas dia. Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın