Politik, Dunia

India akan bergabung dengan AS lawan konektivitas global China

Melawan Belt and Road Initiative (BRI) China, Trump meyakinkan India untuk bergabung dengan Blue Dot Network untuk menghubungkan wilayah Indo-Pasifik

Rhany Chairunissa Rufinaldo  | 27.02.2020 - Update : 27.02.2020
India akan bergabung dengan AS lawan konektivitas global China Perdana Menteri India Narendra Modi (kiri) dan Presiden AS Donald Trump. (Foto file - Anadolu Agency)

Ankara

Iftikhar Gilani

ANKARA

India hampir setuju untuk bergabung dengan Blue Dot Network (BDN), sebuah proyek yang dipimpin Amerika Serikat yang bertujuan mengembangkan proyek ekonomi alternatif atas Inisiatif Belt and Road (BRI) -strategi pengembangan infrastruktur global, yang mencakup hampir 70 negara di Asia, Eropa dan Afrika - yang dipimpin China.

Sementara media tetap fokus pada penandatanganan kesepakatan peralatan militer senilai USD3 miliar dan kurangnya kesepakatan tentang perdagangan, sumber-sumber di pemerintah India mengatakan konvergensi antara AS dan India soal bergabung dengan BDN adalah hasil utama dari kunjungan Presiden Donald Trump yang baru saja selesai.

Didukung oleh AS, BDN adalah inisiatif G7 yang melibatkan Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, dan Inggris. Selain negara-negara G7, Australia juga bergabung dengan inisiatif itu untuk mempromosikan pembangunan infrastruktur berkelanjutan multi-pemangku kepentingan di kawasan Indo-Pasifik dan dunia. Wilayah Indo-Pasifik, yang membentang dari pantai barat India ke pantai barat AS, adalah bagian dunia yang paling dinamis dan terpadat secara ekonomi di dunia.

Para pengamat percaya bahwa BDN - bagian dari strategi Trump di Indo-Pasifik untuk melawan proyek BRI Presiden Xi Jinping yang ambisius - akan muncul saat ekonomi Beijing menunjukkan kerentanan. Trump juga mengatakan bahwa kedua pemimpin telah membahas Quad, kelompok yang terdiri dari AS, Jepang, Australia, dan India di kawasan Indo-Pasifik. Kelompok itu terlihat “merangkai seuntai mutiara” di sekitar China.

Itu juga bertepatan dengan pengakuan AS atas India sebagai penyedia keamanan, serta bantuan pembangunan dan kemanusiaan di wilayah Samudra Hindia, dibatasi oleh Asia di utara, Afrika di barat dan Australia di timur. 

Selain masalah kedaulatan, India bersama dengan AS selalu mengemukakan kecurigaan tentang masalah transparansi dan akuntabilitas yang terkait dengan BRI. India telah menentang keras Koridor Ekonomi China-Pakistan (CPEC) senilai USD46 miliar, proyek unggulan BRI yang melewati wilayah Gilgit-Baltistan yang dianggap New Delhi sebagai bagian dari sengketa Jammu dan Kashmir. 

Diplomat senior AS untuk wilayah Asia Selatan Alice Wells juga baru-baru ini mengkritik CPEC karena tidak ada transparansi dalam proyek itu. 

"Dengan mendapatkan pembiayaan dari Cina untuk proyek-proyek itu, Pakistan mengambil pinjaman mahal dan sebagai peminjam, perlu disadari bahwa apa yang dilakukannya akan menimbulkan korban besar pada ekonomi yang sudah kesulitan," ujar dia. 

Modi sampaikan ketertarikannya pada BDN

Selama pembicaraan bilateral di Rumah Hyderabad di New Delhi, Perdana Menteri India Narendra Modi mengungkapkan ketertarikannya pada konsep BDN yang disebutkan oleh Trump. Pihak AS menggambarkan ini sebagai inisiatif berbagai pemangku kepentingan, tidak seperti BRI. Mereka mengatakan akan menyatukan pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil untuk mempromosikan standar tepercaya berkualitas tinggi bagi pembangunan infrastruktur global. 

Pernyataan bersama yang dikeluarkan pada akhir kunjungan resmi Trump itu juga menyatakan bahwa India dan AS telah mengakui bahwa untuk menahan penumpukan utang di negara-negara berkembang dan berpenghasilan rendah, penting untuk memastikan para peminjam dan kreditor melakukan praktik pembiayaan yang bertanggung jawab, transparan dan berkelanjutan untuk. 

Menteri Luar Negeri India Harsh Vardhan Shringla juga membenarkan bahwa selain masalah-masalah lain, pembicaraan berfokus pada konektivitas untuk menghubungkan negara-negara dengan mengembangkan rute maritim, darat dan udara. Dia mengatakan bahwa kedua belah pihak menghargai bahwa konektivitas adalah aspek penting dari wilayah Indo-Pasifik. 

"Tetapi konektivitas harus dikaitkan dengan penghormatan terhadap integritas wilayah, kedaulatan negara, tata pemerintahan yang baik, transparansi, akuntabilitas," tutur Shringla. 

Selain mengkonfirmasikan bahwa ada tingkat konvergensi antara India dan AS soal isu bergabungnya New Delhi dengan BDN, dia mengatakan bahwa India telah meminta rincian proyek, yang masih pada tahap awal. 

“Ini adalah inisiatif baru. Kami telah meminta pihak AS untuk berbagi rinciannya, " tambah dia. 

BDN menawarkan proyek jangka pendek

Pejabat India menekankan bahwa BRI tidak sukses besar seperti yang direncanakan. Mereka menunjukkan bahwa karena kronisme politik dan proyek infrastruktur yang terlalu ambisius, proyek itu telah menimbulkan tingkat utang yang tidak berkelanjutan untuk negara-negara mitra. 

Beberapa tahun lalu, Sri Lanka harus menyewakan pelabuhan yang didanai Beijing ke China karena pemerintah tidak mampu membiayainya. Banyak negara seperti Kazakhstan, Myanmar, Malaysia dan Nepal harus mengurangi proyek-proyek BRI tertentu karena kekurangan transparansi dan takut berhutang. 

Untuk bersaing dengan BRI, pihak-pihak yang berada di belakang BDN - Korporasi Investasi Swasta AS di Luar Negeri, Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia serta Bank Jepang untuk Kerjasama Internasional - menawarkan lebih banyak proyek jangka pendek tanpa risiko kendali jangka panjang oleh negara lain. 

Menurut dokumen BDN, proyek itu menekankan pentingnya hak-hak pekerja lokal, merujuk pada kecenderungan China untuk memilih kontraktor dan perusahaan konstruksi dari negaranya sendiri. 

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.