Dunia, Ekonomi

Pakar: Kekhawatiran resesi AS dan kebijakan the Fed jadi sebab 'kehancuran saham global'

Investor bereaksi terhadap berita tentang 'resesi yang akan datang' di AS dan 'respons yang terlambat' dari Federal Reserve, kata analis Grzegorz Drozdz

06.08.2024 - Update : 12.08.2024
Pakar: Kekhawatiran resesi AS dan kebijakan the Fed jadi sebab 'kehancuran saham global'

ISTANBUL

Menurut para ahli, turbulensi di pasar saham global didorong oleh meningkatnya kekhawatiran terhadap resesi ekonomi Amerika Serikat (AS) dan penundaan bergerak maju dengan pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve AS (the Fed). 

Bursa saham utama di AS, Asia, dan Eropa mulai berdarah sejak Jumat lalu dan tren ini berlanjut ketika pasar dibuka kembali pada Senin.

Tren penurunan ini juga dialami indeks Dow Jones dan Nasdaq yang berbasis teknologi, Dow Asia, Nikkei 225 Tokyo, STOXX Europe 600, FTSE 100 Inggris dan lainnya di Spanyol, Jerman, dan Italia.

Grzegorz Drozdz, analis pasar di perusahaan jasa keuangan Conotoxia, mengungkapkan gejolak saham sebagai “sejenis flash crash” yang dipicu oleh situasi “ketika beberapa berita negatif saling tumpang tindih.”

"Investor bereaksi terhadap berita terkait resesi yang akan terjadi di AS dan respons the Fed yang terlambat, serta langkah Bank Jepang menjauh dari kebijakan suku bunga nol yang telah lama berlaku," kata dia kepada Anadolu.

Meski minggu lalu the Fed memberi sinyal bahwa pemangkasan suku bunga pertama akan dilakukan pada September, para investor khawatir bahwa bank sentral sudah terlambat untuk mulai melonggarkan kebijakan moneternya.

The Fed diperkirakan akan mulai menurunkan suku bunga pada paruh pertama tahun ini, tetapi anggota Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) telah berulang kali mengatakan bahwa mereka membutuhkan “keyakinan yang lebih besar” bahwa inflasi turun menuju target 2 persen.  

'The Fed berisiko hambat pertumbuhan'

Martin Wurm, seorang direktur di Moody's Analytics, mengatakan kepada Anadolu bahwa mereka memandang "data inflasi dan pengangguran memerlukan pemangkasan suku bunga pada September."

"Kami sangat yakin bahwa disinflasi sudah hampir mencapai tahap akhir dan jika Fed mempertahankan suku bunga tinggi terlalu lama, hal itu berisiko menghambat pertumbuhan," ujar dia.

FOMC, kata Wurm, belum mengambil keputusan dan “akan mengambil keputusan berdasarkan keseluruhan data … paling lambat September.”

"Jika inflasi kembali melonjak sementara ini, yang mana kami anggap tidak mungkin, the Fed mungkin akan menunda lebih lanjut keputusannya," imbuh Wurm.

Di sisi lain, dia mencatat bahwa seiring melemahnya pasar tenaga kerja di AS, mandat ketenagakerjaan penuh the Fed juga kembali menjadi fokus.

Wurm menambahkan bahwa "jika pengangguran meningkat lebih banyak, alasan untuk memangkas suku bunga akan semakin kuat."  

'The Fed telah lakukan kesalahan'

Perekonomian AS menambah 114.000 pekerjaan pada Juli, jauh di bawah estimasi pasar sebesar 176.000 pekerjaan, menurut angka yang dirilis pada Jumat lalu.

Penambahan pekerjaan pada Juni juga direvisi turun sebanyak 27.000, dari 206.000 menjadi 179.000 orang.

Sementara itu, tingkat pengangguran meningkat menjadi 4,3 persen pada Juli dari 4,1 persen pada Juni, berlawanan dengan ekspektasi pasar bahwa tingkat pengangguran akan tetap tidak berubah. 

Mengomentari data tersebut, Mark Zandi, kepala ekonom di Moody's Analytics, mengatakan dalam sebuah posting di X bahwa pasar kerja AS “mulai melambat.”

Dia menyebutnya sebagai “pesan yang jelas” bahwa the Fed perlu bertindak, dan menekankan bahwa “mereka seharusnya sudah mulai memangkas suku bunga beberapa bulan yang lalu.”

“The Fed telah melakukan kesalahan dengan tidak memangkas suku bunga, semoga saja itu bukan kesalahan eksistensial. Pertanyaannya bukanlah apakah the Fed harus memangkas pada September, tetapi seberapa banyak,” ungkap dia.  

Kenaikan suku bunga Jepang

Selain the Fed, langkah Bank Jepang (BoJ) menaikkan suku bunga telah menambah bahan bakar ke dalam api.

Pada Maret, bank sentral Jepang menaikkan suku bunga jangka pendeknya menjadi 0-0,1%, dari minus 0,1%, menandai kenaikan suku bunga pertama di negara itu dalam 17 tahun.

Pada Juli, bank sentral menaikkan suku bunga acuan menjadi 0,25 persen, tertinggi dalam 16 tahun terakhir, dan mengumumkan rencana untuk mengurangi separuh pembelian obligasi bulanannya guna memperketat kebijakan moneter.

“Tindakan BoJ telah memperkuat yen secara signifikan dalam beberapa minggu terakhir, yang berdampak negatif pada profitabilitas eksportir Jepang,” urai Drozdz.  

Mungkinkah ada pemotongan suku bunga yang lebih besar?

Banyak analis memperkirakan the Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada September, tetapi kemungkinan pemangkasan yang lebih besar yakni 50 basis poin kini semakin kuat.

“The Fed telah menetapkan jalur bertahap menuju normalisasi dalam proyeksinya, dengan asumsi bahwa inflasi terus meningkat, dan fundamental yang mendasarinya tetap tangguh,” kata Wurm.

"Namun, karena kebijakan moneter berjalan lambat, the Fed akan terus memantau data dengan saksama untuk memeriksa apakah telah bertindak terlalu jauh. Jika aktivitas ekonomi melambat atau pengangguran meningkat, the Fed dapat mempertimbangkan pemangkasan yang lebih besar, tidak hanya pada bulan September, tetapi juga pada pertemuan-pertemuan berikutnya," tukas dia.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.