Pengadilan tinggi PBB desak Israel keluar dari tanah Palestina di Tepi Barat dan Yerusalem Timur
ICJ menyebut kebijakan permukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki melanggar Konvensi Jenewa ke-4
JENEWA
Mahkamah Internasional (ICJ) pada Jumat mengatakan kehadiran Israel di tanah Palestina adalah pelanggaran hukum, dan kebijakan serta praktiknya di Tepi Barat dan Yerusalem Timur "sama dengan aneksasi sebagian besar" wilayah Palestina yang telah diduduki.
Pengadilan tinggi PBB menyampaikan pendapat tim penasehatnya mengenai konsekuensi hukum yang timbul dari kebijakan dan praktik Israel di wilayah Palestina yang diduduki, atas permintaan Majelis Umum PBB pada akhir 2022.
Pendapat tersebut dibacakan oleh Nawaf Salam, presiden pengadilan internasional itu, yang dengan suara bulat memutuskan bahwa pihaknya memiliki yurisdiksi untuk memberikan pendapat nasihat yang diminta.
Pengadilan tersebut mencantumkan beberapa kebijakan dan praktik yang "mencakup aneksasi" seperti perluasan permukiman, eksploitasi sumber daya alam, proklamasi Yerusalem sebagai ibu kota Israel, penerapan hukum nasional Israel secara menyeluruh di Yerusalem Timur dan penerapannya secara luas di Tepi Barat, untuk memperkuat kendali Israel di wilayah Palestina.
Sebanyak 15 hakim di pengadilan tersebut berpendapat bahwa "Israel tidak berhak atas kedaulatan atau menjalankan kekuasaan kedaulatan di bagian mana pun dari wilayah Palestina yang diduduki karena pendudukannya.”
"Kekhawatiran keamanan Israel juga tidak dapat mengesampingkan prinsip larangan perampasan wilayah dengan kekerasan," tambah pengadilan tinggi PBB itu.
Israel merampas wilayah Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, pada 1967 dan sejak itu mereka membangun pemukiman ilegal dan terus memperluasnya.
Kebijakan permukiman Israel melanggar hukum internasional
Mengenai kebijakan pemukiman Israel, yang mencakup pengusiran paksa terhadap populasi yang dilindungi, dan pemindahan pemukim, pengadilan menekankan tindakan tersebut melanggar Konvensi Jenewa ke-4.
ICJ, dengan perolehan suara 11 berbanding empat, mengungkapkan bahwa keberadaan Israel yang berkelanjutan di wilayah Palestina yang diduduki telah "melanggar hukum," dan harus diakhiri "secepat mungkin."
Pengadilan juga mendesak agar Israel “segera menghentikan semua kegiatan permukiman baru dan mengevakuasi semua pemukim" dari wilayah Palestina yang diduduki.
“Israel berkewajiban untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan yang disebabkan kepada semua orang atau badan hukum yang terlibat di wilayah Palestina yang diduduki,” menurut pernyataan dari pengadilan.
"Semua Negara berkewajiban untuk tidak mengakui kondisi ini sebagai hal yang sah yang atas kehadiran Negara Israel di Wilayah Palestina yang Diduduki dan tidak memberikan bantuan atau dukungan dalam mempertahankan situasi yang diciptakan oleh kehadiran berkelanjutan Negara Israel di wilayah Palestina yang diduduki," menurut rekomendasi yang dirilis dengan 12 suara mendukung dan tiga suara menentang.
Dengan suara 12-3, ICJ mengingatkan organisasi internasional lainnya, termasuk PBB, tentang kewajiban mereka "untuk tidak mengakui sebagai situasi hukum yang timbul dari keberadaan Israel yang ilegal di tanah Palestina.
"Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan khususnya Majelis Umum, yang meminta pendapat tersebut, dan Dewan Keamanan, harus mempertimbangkan modalitas yang tepat dan tindakan lebih lanjut yang diperlukan untuk mengakhiri secepat mungkin keberadaan ilegal Negara Israel di wilayah Palestina yang diduduki," pendapat tersebut dengan 12 suara mendukung dan tiga suara menentangnya.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.