Dunia

Presiden Nikaragua sangkal terlibat dalam represi

Lagi-lagi Daniel Ortega menolak anjuran pemilu dini dalam wawancara dengan Fox News

Astudestra Ajengrastrı  | 24.07.2018 - Update : 24.07.2018
Presiden Nikaragua sangkal terlibat dalam represi Presiden Nikaragua Daniel Ortega (C) dan istri dan Wakil Presiden Rosario Murillo melambaikan tangan kepada pendukung selama peringatan HUT ke-39 Revolusi Sandinista di alun-alun "La Fe" di Managua pada 19 Juli 2018.( Stringer - Anadolu Agency )

Mexico

Alix Hardy

MEXICO CITY

Presiden Nikaragua Daniel Ortega pada Senin menyangkal tuduhan yang menyebut dirinya mengontrol kelompok paramiliter yang dikabarkan bekerja sama dengan polisi untuk menyerang para demonstran yang menuntut pengunduran dirinya. Tuntutan serupa semakin keras terdengar, baik dari dalam maupun luar negeri.

Setelah protes dan tindakan represi selama lebih dari tiga bulan di negaranya, Ortega memberikan wawancara dengan kanal televisi AS, Fox News, sementara tetap mengelak dari media lokal.

Dalam wawancara untuk program "Liputan Khusus" yang dipandu oleh Bret Baier, Ortega menyangkal keterlibatannya dalam tindakan represi terhadap para demonstran, bahkan menyebut tak ada represi sama sekali.

"Kerusuhan sudah berhenti sepekan lalu," ujar dia.

Duduk di depan bendera Nikaragua, dia menyelahkan kekerasan itu terjadi lantaran milisi-milisi anti-pemerintah.

"Mereka melakukan serangan kepada organisasi-organisasi pemerintah, kepada polisi, dan kepada keluarga Sandinista. Mereka menutup negara, menangkapi dan menyiksa warga," lanjut dia.

Meskipun banyak bukti menunjukkan pasukan paramiliter dan polisi berkerja bersama, Ortega dengan keras menyangkal memiliki hubungan dengan paramiliter, berkata bahwa mereka dipersenjatai oleh "organisasi politik", salah satunya adalah Partai Libertal dan "mereka yang menolak berpartisipasi dalam proses elektoral". Dia juga menunjuk "organisasi-organisasi Amerika Serikat" berada di belakangnya.

Presiden Nikaragua juga menyangkal sederet kejadian yang didokumentasikan oleh masyarakat, jurnalis dan organisasi non-pemerintah selama tiga bulan ini.

Dia lalu membantah adanya serangan selama demonstrasi, bersikukuh bahwa semua protes berjalan dengan "damai".

Ortega pun menolak laporan yang mengatakan bahwa pasukannya menembak mati dua siswa pada awal bulan ini, dalam pengepungan sebuah gereja di Managua, di mana sekitar 200 siswa mencari perlindungan dari tembakan pasukan pro-pemerintah yang membabi buta.

"Tidak satupun warga Nikaragua yang tewas di gereja itu," kata dia.

Dia juga menyangkal berita yang menyebut anggota-anggota gereja itu dipersekusi, meski ada laporan sejumlah serangan dilakukan kepada pendeta-pendeta pada 9 Juli di Kota Diriamba. Dalam pidatonya pada 19 Juli, Ortega menyebut jemaah gereja itu sebagai "pembela kudeta".

Ortega juga menekankan tak akan mundur sebelum masa jabatannya berakhir. Masyarakat sipil, gereja, sektor swasta, dan banyak organisasi internasional telah gagal meyakinkannya untuk memajukan pemilihan umum.

"Saya sudah mendengar soal ini, tapi pemilu awal akan menciptakan ketidakstabilan dan ketidakamanan dan hanya akan membuat semua semakin buruk," ujar dia, sementara Nikaragua memasuki bulan keempat kerusuhan.

Ortega lalu mengirimkan pesan untuk masyarakat Amerika dan presidennya: "Kami adalah negara kecil dengan perekonomian rapuh, tapi kami berhak dihormati."

"Tipikal Ortega. Tidak boleh ada wawancara kepada media independen Nikaragua selama 11 tahun, namun dia pergi ke Fox News dan berkata langsung kepada [Presiden Donald] Trump untuk menghindari sanksi finansial yang lebih keras. Ini adalah SOS pribadinya," ujar jurnalis independen Eduardo Marenco melalui Twitter.

Organisasi-organisasi HAM melaporkan adanya penculikan dan penahanan sewenang-wenang ratusan orang dalam kerusuhan kali ini. Komisi Permanen HAM (CPDH) berkata pada Senin telah menerima laporan 150 orang diciduk dan 150 lainnya ditahan.

Presiden Asosiasi HAM Nikaragua (ANPDH) Alvaro Leiva Sanchez menyatakan organisasinya telah menerima laporan 700 demonstran yang diciduk dari rumah-rumah mereka oleh pasukan bersenjata yang loyal kepada pemerintah dalam waktu kurang dari 24 jam.

"Laporan-laporan terus berdatangan, jadi saya tidak bisa menyebut angka pastinya. Ini adalah aksi represi yang sangat tak pantas dari pemerintah. Situasi ini sangat kacau," ujar Leiva Sanchez kepada Anadolu Agency melalui telepon.

Namun demonstran tak menyerah dan sekali lagi turun ke jalan pada Senin untuk merayakan Hari Siswa di Nikaragua, yang memperingati gerakan mahasiswa. Pada 23 Juli 1959, empat mahasiswa tewas terbunuh oleh Penjaga Nasional Nikaragua di bawah kepemimpinan diktator Anastasio Somoza.

Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS) dan PBB sekali lagi memperingatkan pemerintah Nikaragua untuk menghormati hak-hak masyarakatnya.

"Kami menolak kriminalisasi siswa dan para pemimpin mahasiswa dan meminta pemerintah Nikaragua menjamin dan menjaga kehidupan dan hak-hak dasar," kata OAS.

Gelombang protes dimulai pada 18 April, ketika pemerintah Nikaragua mengumumkan reformasi jaminan sosial. Para demonstran turun ke jalan menuntut pengunduran diri Ortega yang kini berusia 72 tahun, istrinya, dan wakil presiden setelah 11 tahun berkuasa. Ortega menolak tuntutan mereka yang meminta pemilihan umum dimajukan ke 2019, dari mulanya 2021, ketika masa jabatannya yang ketiga berakhir.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.