Ekonomi, Nasional

Dari 13 perusahaan asing sektor mineral, Freeport paling bermasalah

Badan Pemeriksa Keuangan RI menilai Freeport tidak menghormati peraturan yang ada di Indonesia

Megiza Soeharto Asmail  | 20.03.2018 - Update : 20.03.2018
Dari 13 perusahaan asing sektor mineral, Freeport paling bermasalah Ilustrasi - Kegiatan operasional PT Freeport Indonesia. (Dokumentasi PT Freeport Indonesia - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Megiza Asmail

JAKARTA

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengatakan di antara 13 perusahaan asing yang bergerak di sektor mineral di Indonesia, PT Freeport Indonesia menjadi perusahaan yang paling mengabaikan aturan pemerintah.

“Saya ingin katakan bahwa dari 13 perusahaan asing yang berinvestasi di bidang mineral ini, yang 12 mengikuti peraturan perundang-undangan di republik ini, kecuali satu ini [Freeport],” kata Anggota IV BPK Rizal Djalil dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.

Pengabaian Freeport terhadap peraturan di Indonesia itu, tutur Rizal, salah satunya terlihat dari tidak adanya izin penggunaan kawasan hutan oleh perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc ini.

PTFI, menurut BPK, telah menggunakan kawasan hutan lindung dalam kegiatan operasionalnya seluas minimal 4.535,93 hektare tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan.

“Hal ini bertentangan dengan Undang-undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 juncto Undang-undang Nomor 19 Tahun 2004,” tutur Rizal.

Dalam pemeriksaan terbarunya, BPK menyebut Freeport telah melakukan kerusakan ekosistem di wilayah Papua dan membuat kerugian yang mencapai angka Rp 185 triliun.

Lebih rinci, dua masalah yang dibuat oleh Freeport di tanah Papua menurut BPK adalah penggunaan hutan lindung secara melanggar hukum dan pembuangan limbah di luar batas kewajaran.

“Yang dulunya hutan lebat hijau, karena dibuang limbah, rusak, hancur berantakan. Tidak ada upaya. Paling tidak, BPK itu diberikan action plan-nya apa, mau melakukan apa, bujetnya berapa, kapan mau dilakukan,” sebut Rizal.

Dengan memegang temuan itu, Rizal mengaku telah menyampaikan semua temuan pelanggaran ekosistem tersebut oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan juga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“[Katanya] akan dilakukan punishment dalam bentuk hukuman administratif. Maunya kami ya segera saja, dipanggil, diperingatkan secara tertulis. Ditanya kapan akan melakukan perbaikan,” tukas Rizal.

Dia menegaskan, BPK mendukung penuh target pemerintah untuk membuka pintu investor asing di Indonesia.

Namun dengan tidak adanya tanggapan oleh Freeport setelah notifikasi dugaan pelanggaran lingkungan itu dilayangkan pada 333 hari lalu, BPK menilai Freeport tidak menghormati peraturan yang ada di Indonesia.

“Kami mendukung 1000 persen investasi dari luar karena kami membutuhkan investasi itu. Tapi tolong hormatilah semua regulasi yang ada di republik ini. Jangan seolah-olah negara ini tidak dianggap dalam konteks regulasi yang berlaku. Regulasi itu dibuat untuk semua, bukan untuk negara-negara tertentu, dan itu berlaku umum di dalam wilayah RI ini,” tegas Rizal.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.