Indonesia berpeluang jadi produsen produk organik dunia
Produk organik yang bisa jadi unggulan dari Indonesia adalah kopi dan beras
Jakarta Raya
Muhammad Latief
JAKARTA
Indonesia dinilai bisa menjadi salah satu penyuplai pangan organik dunia dengan berbagai kelebihannya.
Presiden International Federation of Organic Agriculture Movement (IFOAM) Zhou Zeijang mengatakan Indonesia mempunyai keunggulan iklim yang membuat lahan pertanian bisa dipanen hingga 3-4 kali dalam setahun.
“Petani Indonesia mempunyai pengetahuan lokal yang luar biasa dan pekerja keras,” ujar Zhou saat diskusi tentang pertanian organik di Gedung Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin.
Pasar produk organik dunia, menurut Zhou, kini bernilai sekitar USD100 miliar. Amerika Serikat adalah pangsa pasar terbesar dengan porsi 46 persen, kemudian disusul Eropa sebanyak 36 persen, dan Tiongkok sebanyak 7 persen.
Untuk Eropa, permintaan produk pangan organik datang dari Jerman sebanyak 28 persen dan Prancis sebanyak 20 persen.
Permintaan produk organik di dunia, menurut Zhou, selalu naik secara konsisten dari tahun ke tahun.
“Tapi Indonesia harus juga menumbuhkan pasar domestiknya. Ini sangat besar,” ujar dia.
Tiongkok, menurut Zhou, adalah contoh negara yang berhasil mengembangkan pasar domestik. Sekitar 19 tahun lalu, pertanian organik Tiongkok sangat berorientasi ekspor, namun saat ini 90 produknya terserap pasar domestik, bahkan kini negara ini adalah salah satu importir pangan organik dunia.
Menurut data Statistik Organik Indonesia, total luas lahan organik pada 2016 seluas 261,4 hektare (ha), sedangkan yang sudah tersertifikasi seluas 79,8 ha.
Produk organik terbesar dari Indonesia adalah kopi, yakni sebanyak 346.200 ton dengan luas lahan 46.924 ha. Kemudian beras dengan produksi 12.276 ton, disusul madu 2.702 ton.
Produk berikutnya adalah cocoa, kacang mede, gula kelapa, rempah, salak dan gula aren.
Presiden Aliansi Organik Indonesia (AOI) Sebastian Saragih mengatakan, produk organik yang disertifikasi pada 2015 sebanyak 69 produk, meningkat dari tahun 2014 yang hanya 57 produk.
Komoditas dari Indonesia yang permintaannya tinggi, menurut Saragih, adalah gula merah dengan permintaan rata-rata mencapai USD60 juta dari Inggris. Pertumbuhannya juga konsisten pada angka 2,6 persen per tahun.
“Untuk angka ekspor kita masih kalah dengan Thailand yang menguasai 10-12 persen pasar,” ujar dia.
Sekretaris Direktorat Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Fajarini Puntodewi mengatakan keunggulan produk organik adalah harganya yang mahal.
Harga produk organik rata-rata hampir 21-100 persen lebih tinggi dari produk pangan konvensional.
Di Singapura, sayuran organik asal Indonesia bahkan dijual dengan harga hingga delapan kali lipat dari produk konvensional.
“Kita bantu promosi kemudian pelatihan agar siap untuk ekspor. Perwakilan kita di luar negeri juga bantu,” ujar dia.
Pemerintah, kata Fajarini, belum mempunyai data tentang ekspor pangan organik karena produk ini belum mempunyai kode harmonized system atau kode HS yaitu daftar penggolongan barang yang disusun secara sistematis.
“Produk organik masih masuk dalam produk agro. Jumlahnya kira-kira kurang 10 persen dari total produk agroindustri,” ujar dia.
Kepala subdirektorat Standardisasi dan Kualitas Kementerian Pertanian Andi Arnida mengatakan pemerintah akan mendampingi 1.000 kelompok tadi dari 22 provinsi untuk mengembangkan pertanian organik.
“Kita dampingi untuk pelatihan menyusun dokumen mutu, setelah itu baru pemberian fasilitas sertifikasi,” ujar dia.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.