
Jakarta Raya
Muhammad Latief
JAKARTA
Indonesia memprioritaskan batu bara produksinya untuk penggunaan dalam negeri, dibanding lima tahun lalu yang ditujukan untuk lebih banyak mendapatkan pendapatan pajak, ujar salah seorang pejabat tinggi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Karena produksi batu bara besar, maka pemerintah mulai memprioritaskan pasokan batubara ke dalam negeri,” ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono, dalam siaran persnya, Senin setelah membuka Konferensi Tahunan Coaltrans Asia ke-25 di Bali.
Pada 2018 lalu produksi batu bara 528 juta ton, jauh melebihi Perencanaan Nasional Jangka Menengah-Panjang 2015-2019 dengan produksi sebesar 413 juta ton.
Menurut data dari Kementerian ESDM, penyerapan batu bara dalam negeri terus meningkat dalam empat tahun terakhir.
Tahun lalu penyerapannya mencapai 115 juta ton. Jumlah ini lebih tinggi dibanding 2017 sebesar 97 juta ton.
Pada 2016 konsumsi batu bara sebesar 91 juta ton, sebelumnya pada 2015 sebesar 86 juta ton. Konsumsi pada 2014 yang hanya sebesar 76 juta ton.
Peningkatan ini disebabkan beroperasinya beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Pemerintah juga mewajibkan pasokan batu bara dengan menetapkan kewajiban 25 persen dari produksi untuk pasokan dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO).
“Semakin lama penyerapan batu bara dalam negeri semakin naik,” ujar Bambang.
Indonesia menurut Bambang masih dipandang sebagai salah satu produsen dan pengekspor batubara terbesar di dunia, sehingga Indonesia dipilih sebagai tempat penyelenggaraan Coal Trans Asia 2019.
Dengan demikian, Indonesia bisa mendapatkan kemudahan mendatangkan calon investor yang akan mencari informasi tentang tambang batu bara di negara ini.
Indonesia sendiri menurut Bambang kini mempunyai cadangan batu bara sebesar 39,8 miliar ton yang banyak tersebar di Pulau Sumatera dan Kalimantan.
Angka ini naik dibanding sebelumnya sebesar 37 miliar ton pada awal 2018.
Jumlah cadangan ini masih tergolong kecil di tingkat dunia karena masih di kisaran rata-rata 3-4 persen cadangan dunia, ujar Bambang.
Menurut Bambang, kenaikan cadangan akan mendukung sektor kelistrikan nasional sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi.
Menurut dia paradigma penggunaan batu bara di Indonesia telah berubah, bukan lagi sebagai komoditas belaka tapi sumber untuk pengembangan ekonomi negara. Pada 2025, permintaan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri diperkirakan akan naik sampai 30 persen.
Sebelumnya Indonesia juga telah mencanangkan hilirisasi produk batu bara dengan mencanangkan pembangunan fasilitas gasifikasi batu bara kalori rendah menjadi syngas yang akan diolah menjadi dimethyl ether (DME) bahan dasar pupuk.
Fasilitas pengolahan lain adalah pengolahan syngas menjadi polypropylene untuk bahan baku plastik.
Menurut Menteri ESDM Ignasius Jonan, jika industri hilirisasi sudah berjalan, salah satu produknya yakni DME bisa menggantikan LPG sehingga bisa mengurangi impor produk tersebut.
"Dalam setahun, impor LPG Indonesia sekitar 4,5 - 4,7 juta ton senilai Rp40 triliun. Dengan DME ini nanti impor kita bisa berkurang," ujar Menteri Jonan.
Hilirisasi batu bara ini merupakan kelanjutan dari Head of Agreement (HoA) antara PTBA, Pertamina, Pupuk Indonesia, dan Chandra Asri Petrochemical untuk pembangunan Coal to Chemical pada 8 Desember 2017.
Nilai proyek ini sebesar USD3,1 miliar dan ditarget rampung dalam 3 tahun ke depan atau 2022.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.