Ekonomi

Jamu Nyonya Meneer, dari tahun 1919 menuju kepailitan

Salah satu legenda jamu Indonesia dinyatakan pailit, pekan lalu

08.08.2017 - Update : 09.08.2017
Jamu Nyonya Meneer, dari tahun 1919 menuju kepailitan Salah satu perusahaan jamu tertua di Indonesia, PT Nyonya Meneer, baru saja dinyatakan pailit.

Regional

Muhammad Latief 

JAKARTA 

PT Nyonya Meener, perusahaan jamu dan obat-obatan tradisional Indonesia yang sudah berdiri hampir seabad lamanya dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah, pekan lalu. Dugaan mismanagement mengemuka, karena pada kenyataannya permintaan masyarakat akan jamu dan obat-obatan tradisional tidak pernah turun di pasaran.

Gugatan pailit kepada Nyonya Meneer diajukan oleh satu dari 35 kreditor, Hendrianto Bambang Santoso, yang tak puas karena hanya menerima Rp 118 juta dari total piutangnya pada Nyonya Meneer yang mencapai Rp 7,04 miliar.

Namun menurut pakar wirausaha Pietra Sarosa, bangkrutnya perusahaan jamu yang berada di Semarang ini tak semata-mata karena kesalahan manajemen saja. Pietra menduga, yang utama adalah produk Nyonya Meneer tidak lagi diminati pasar, sehingga “tidak ada pemasukan yang signifikan sehingga tak bisa menutup biaya operasional yang terlanjur besar”.

Kesalahan manajemen kemudian terjadi ketika pengelolaan perusahaan, “Tanpa mempertimbangkan perubahan perilaku masyarakat,” tambahnya. 

Dari penelusuran data, diketahui saat perjanjian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ditandatangani, Nyonya Meneer berutang pada para kreditor dengan jaminan (separatis) maupun tanpa jaminan (konkuren) sebesar Rp 270 miliar. Jumlah tagihan dari salah satu kreditor, yaitu PT NMI, sebesar Rp 117 miliar. Kepada Bank Papua, satu-satunya kreditor separatis, Nyonya Meneer berutang sebesar Rp 68,5 miliar. 

Perusahaan ini juga memiliki utang pajak sejak 2009-2012 sebesar Rp 20 miliar. Selain itu ada juga utang pada para pekerja yang gaji dan pensiunnya belum dibayar, yang mencapai Rp 10 miliar. 

Pietra melihat, Nyonya Meneer seperti perusahaan tua yang gagap dengan perubahan zaman, sementara para kompetitornya berhasil beradaptasi dengan perubahan perilaku konsumsi  masyarakat. “Saya tidak melihat iklan Nyonya Meneer di mana-mana. Padahal penciptaan branding itu penting. Produk dari zaman dulu bisa tidak berubah, tapi media branding harus mengikuti perilaku masyarakat, sehingga konsumen tahu ada produk dari perusahaan itu,” ujarnya. 

Pietra mencontohkan Jamu Iboe yang mencoba masuk ke konsumen kelas atas dengan menggelar dagangan mereka di pusat-pusat perbelanjaan ternama. Produk dari PT Jamu Iboe Jaya ini ingin membuktikan bahwa jamu tidak hanya dikonsumsi oleh masyarakat kelas bawah, tapi juga kelas yang lebih tinggi. 

Demikian juga PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul, Tbk yang berhasil melakukan ekspansi usaha. PT Jamu Borobudur pun melakukan terobosan dengan cara lain, yakni memaksimalkan penjualan online.   

“Saya melihat, nantinya paling hanya ada satu-dua pemain besar [industri jamu dan obat tradisional]. Mereka yang bisa bertahan adalah yang bisa beradaptasi dan selalu jeli melihat perubahan,” ujarnya.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın