Nasional

Aktivis: Hukuman mati hanya jalan pintas

Karena untuk menangani masalah kejahatan, diperlukan waktu yang lama untuk mendalami kasus dan mengumpulkan alat bukti

Shenny Fierdha Chumaira  | 12.04.2018 - Update : 13.04.2018
Aktivis: Hukuman mati hanya jalan pintas Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo (kiri), Direktur Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat Ricky Gunawan (dua dari kiri), Moderator Amnesty International Feda (dua dari kanan), dan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid (kanan) berpose bersama usai konferensi pers mengenai hukuman mati di kantor Amnesty International Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis, 12 April 2018 (Shenny Fierdha - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Shenny Fierdha

JAKARTA

Sejumlah aktivis hukum dan hak asasi manusia menilai bahwa hukuman mati seolah menjadi jalan pintas bagi pemerintah Indonesia dalam menangani masalah hukum dan kriminal dalam negeri.

Disebut jalan pintas karena untuk menangani masalah kejahatan, diperlukan waktu yang lama untuk betul-betul mendalami kasus dan mengumpulkan alat bukti. Untuk mempersingkat waktu, maka dikenakan hukuman mati.

"Pemerintah harus sadar bahwa memang diperlukan rencana jangka panjang untuk mengatasi kejahatan. Eksekusi mati hanya cara instan tapi tidak menyelesaikan masalah kejahatan," terang Direktur Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat Ricky Gunawan dalam konferensi pers mengenai pelaksanaan hukuman mati di Indonesia yang dihadiri oleh para aktivis sejumlah lembaga hukum dan hak asasi manusia di kantor Amnesty International Indonesia, Kamis.

Jika hukum Indonesia tegas, adil, dan tidak korup, lanjut Ricky, maka hukuman penjara dan denda sudah cukup membuat jera para pelaku kejahatan sehingga tidak kembali melakukan kejahatan.

"Tapi penegakan hukum kita buruk sehingga nyawa orang tak bersalah pun bisa melayang karena hukuman mati," ucap Ricky.

Hukuman mati tidak turunkan angka kejahatan

Terkait hukuman mati untuk kejahatan narkoba, para aktivis juga menilai bahwa meski negara sudah memberlakukan hukuman mati bagi bandar dan kurir narkoba, namun hal tersebut tidak berhasil menurunkan jumlah kasus narkoba.

Hal ini menunjukkan bahwa hukuman mati tidak memberikan efek jera dan takut bagi para bandar dan kurir narkoba maupun pelaku kejahatan lain.

"Tidak ada korelasi antara eksekusi mati dengan berkurangnya narkoba. Sulit untuk meyakinkan pemerintah bahwa hukuman mati efektif untuk menghapuskan peredaran narkoba," kritik Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid yang turut hadir dalam acara.

Sebagai ganti hukuman mati bagi penjahat narkoba, menurut dia, pemerintah bisa memberikan hukuman seumur hidup atau 20 tahun penjara di samping juga memperbaiki kualitas penjagaan daerah perbatasan dan lembaga pemasyarakatan untuk mempersulit masuk dan beredarnya narkoba di Indonesia.

Selain itu, jika pemerintah terus menerapkan hukuman mati baik terhadap warga negara asing (WNA) maupun warga negara Indonesia (WNI), maka hal ini akan menyulitkan Indonesia ketika ada WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri.

"Bagaimana mungkin pemerintah bisa meyakinkan negara lain untuk membatalkan hukuman mati terhadap WNI di luar negeri kalau pemerintah sendiri masih mengagendakan hukuman mati termasuk terhadap WNA di dalam negeri?" kecam Usman.

Jumlah kasus narkoba di Indonesia pada 2017 meningkat tajam pada 2017 yakni sebanyak 46.537 kasus sementara pada 2016 ialah 807 kasus, padahal Indonesia sudah menerapkan hukuman mati.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.