Hukum cambuk di penjara Aceh dinilai tidak memiliki dasar hukum
ICRJ meminta Menteri Hukum dan HAM mencabut aturan tersebut
Jakarta Raya
Erric Permana
JAKARTA
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta pemerintah untuk mencabut aturan tentang pelaksanaan hukuman cambuk di dalam Lapas di Aceh.
Ini menyusul adanya penandatanganan yang dilakukan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly pada Kamis 12 April lalu tentang pelaksanaan hukuman cambuk di dalam Lapas sebagai upaya implementasi dari Peraturan Gubernur Aceh No 5 tahun 2018.
ICJR mempertanyakan dasar hukum yang digunakan oleh Menteri hukum dan HAM untuk menyetujui pelaksanaan hukuman cambuk di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
Berdasarkan hukum yang berlaku, Lapas yang berada dibawah kendali Menteri Hukum dan HAM adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana yang bertujuan untuk membina narapidana untuk dapat kembali berintegrasi dengan masyarakat.
Dalam UU No 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dinyatakan bahwa sistem kepenjaraan tidak sesuai lagi dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Warga binaan berdasarkan UU No 12 tahun 1995 harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi.
Pelaksanaan hukuman cambuk di Lembaga Pemasyarakatan jelas bertentangan dengan tujuan pembentukan Lembaga Pemasyarakatan itu sendiri dan tidak sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi Lembaga Pemasyarakatan yang menjadi tanggung jawabnya.
Dengan disetujuinya pelaksanaan hukuman cambuk di Lapas, maka Menteri Hukum dan HAM telah melangggar komitmennya sendiri dan juga melanggar ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia diantaranya KUHP, Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (UU No 12 Tahun 2005).