Nasional

Menuju Indonesia ramah anjing

Anjing dikategorikan sebagai hewan kesayangan, bukan untuk diperjualbelikan atau dikonsumsi, ujar Jakarta Animal Aid Network

Hayati Nupus  | 02.11.2017 - Update : 03.11.2017
Menuju Indonesia ramah anjing Menurut riset bersama sejak 2014 hingga pekan lalu, ada tujuh persen populasi Indonesia yang mengonsumsi daging anjing. Para konsumen tinggal di di wilayah Manado, Sumatera, Jawa dan Flores. ( Foto: Dokumentasi investigasi tim DMFI )

Jakarta Raya

Hayati Nupus

JAKARTA  

Selebritis Indonesia dan dunia berkampanye untuk mengakhiri kebrutalan perdagangan anjing di Indonesia. Mereka adalah Chelsea Islan, Sophia Latjuba, Gamaliel Tapiheru, Ricky Gervais, Joanna Lumley, dan Peter Egan.

Menurut riset bersama sejak 2014 hingga pekan lalu, ada tujuh persen populasi Indonesia yang mengonsumsi daging anjing. Para konsumen tinggal di di wilayah Manado, Sumatera, Jawa dan Flores. 

Hasil riset itu juga mengungkap bagaimana anjing-anjing diburu secara brutal, mulutnya diikat rapat, dijual, lantas diangkut ke rumah jagal menunggu giliran untuk disembelih. 

Riset ini dilakukan para selebritis bersama Koalisi Dog Meat Free Indonesia yang terdiri dari sejumlah lembaga seperti Jakarta Animal Aid Network (JAAN), Change for Animals Foundation (CFAF), Animal Friends Jogja (AFJ) dan Human Society International (HSI). 

“Daging anjing itu lalu dijual ke lapo-lapo dan sejumlah restoran, padahal anjing dikategorikan sebagai hewan kesayangan, bukan untuk diperjualbelikan atau dikonsumsi,” ujar Direktur Program JAAN Karin Franken kepada Anadolu Agency pada Kamis di Jakarta. 

1 juta ekor anjing dikonsumsi pertahun 

Di Indonesia, ujar Karin, terdapat 1 juta anjing disembelih untuk dikonsumsi tiap tahunnya. Jumlah ini masih lebih baik ketimbang Korea Selatan yang menyembelih 3 juta anjing tiap tahun untuk dikonsumsi. 

Di Jakarta lebih dari 10.000 ekor anjing dipotong lalu didistribusikan ke lapak dan restoran yang menjual anjing. Berdasarkan penelusuran Koalisi Dog Meat Free Indonesia, anjing-anjing itu disuplai dari Jawa Barat, khususnya Cianjur. 

“Anjing itu dikirim begitu saja, tanpa dicek dulu kondisi kesehatannya,” kata dia. 

Karin melihat pentingnya vaksinasi dan menjaga kesehatan anjing. Terlebih Indonesia telah mencanangkan diri untuk Indonesia Bebas Rabies pada 2020 mendatang. 

Pihaknya juga mendorong agar pemerintah mengimplementasikan kebijakan penggunaan microchip pada anjing untuk merekam data identitas dan mempermudah pelacakan. 

“Kita tidak bisa sendirian, harus bersama dengan pemerintah,” kata dia. 

Angelina Pane dari AFJ menambahkan kalau di Yogyakarta makanan berbahan daging anjing dengan sebutan sengsu (tongseng asu) banyak dijual secara sembunyi. Hal ini berbeda dengan lapak sengsu di Solo yang dijual terbuka. 

Berpotensi menularkan rabies 

Konsumsi daging anjing, ujar Karin, juga berbahaya, berpotensi mengakibatkan menularnya penyakit rabies. 

Hasil riset World Health Organization (WHO) pada 2008, terdapat sekitar 55.000 warga dunia mati per tahunnya karena rabies. Sebanyak 95 persen di antaranya berasal dari Asia dan Afrika. 

Di Asia Tenggara angka kematian rabies juga cukup tinggi. Di Vietnam terdapat 9.000 kasus kematian per tahun, di India 20.000 dan di Filipina 200-300. 

Sementara di Indonesia, berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan, terdapat 131 kasus kematian akibat rabies dalam lima tahun terakhir. Kematian ini terutama bersumber dari anjing sebanyak 98 persen, lalu sisanya dari kucing dan monyet. 

Di Indonesia, rabies pertama kali ditemukan tahun 1884 pada kerbau di Jawa Barat, tahun 1989 pada anjing dan tahun 1894 ditemukan menular pada manusia. Penyakit itu lantas menular ke seluruh provinsi di Indonesia. 

Jakarta menjadi wilayah dengan contoh baik bagaimana mengurus anjing. Anjing di Jakarta divaksinasi. 

Tak heran bila Jakarta menjadi satu dari sembilan provinsi bebas rabies. Selain Jakarta provinsi bebas rabies lainnya adalah Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua dan Papua Barat. 

Budaya kejam pada binatang 

Angelina dari AFJ mengatakan kalau kekejaman terhadap binatang menjadi kultur di Indonesia. Sejak kecil anak Indonesia didik untuk memberi label negatif pada binatang, lewat dongeng kancil mencuri timun misalnya. 

“Kalau ada anjing atau kucing masuk ke rumah, orang tua berpesan pada anak untuk menyiram dan mengusirnya, akhirnya ini menjadi kultur, padahal edukasi sejak dini penting agar hati nurani bisa welas asih,” kata Angelina kepada Anadolu Agency. 

AFJ tercatat telah tiga kali mengadakan Focus Group Discussion (FGD) mengenai mengenai tata niaga perdagangan hewan, khususnya anjing, dengan pemerintah setempat pada 2014 dan awal 2015. 

FGD keempat dengan bahasan pembentukan tim kerja harusnya dilakukan September lalu, namun masih terkendala sampai sekarang. 

“Malah wacana pemerintah mundur ke belakang, mereka khawatir akan bentrok dengan penganut agama atau etnis tertentu,” kata dia. 



Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.