MRT Jakarta: Tugas besar kurangi macet Ibu Kota
Perjalanan dari Bundaran Hotel Indonesia hingga Lebak Bulus hanya memakan waktu 30 menit menggunakan MRT

Jakarta Raya
Nicky Aulia Widadio
JAKARTA
Dengan kedalaman 20 meter di bawah tanah, kereta mass rapid transit (MRT) pertama di Indonesia melaju mulus dengan kecepatan 80 kilometer per jam, Rabu.
Pukul 14.03, kereta berangkat tepat waktu dari stasiun bawah tanah Bundaran Hotel Indonesia menuju Stasiun Lebak Bulus di selatan Jakarta.
Kereta melaju menembus terowongan bawah tanah berdiameter enam meter hingga Stasiun Senayan, kemudian naik menuju jalur layang setinggi belasan meter hingga depo akhir di Lebak Bulus.
Pemandangan gelap dari terowongan sepanjang Bundaran HI hingga Senayan, seketika berganti dengan pemandangan Masjid Agung Al Azhar di kawasan Sisingamangaraja.
Dari dalam kereta, pembangunan ke-13 stasiun yang kami lewati tampak hampir rampung.
Progres pembangunan proyek MRT fase 1 ini secara keseluruhan telah mencapai 95,6 persen per akhir Januari ini.
Tepat pukul 14.33, kereta pun tiba di Depo Lebak Bulus setelah menempuh perjalanan sepanjang 16 kilometer dan transit selama 30 detik di masing-masing stasiun.
“Perjalanan tepat 30 menit sesuai target,” kata Direktur PT MRT Jakarta William Sabandar.
Perjalanan siang itu merupakan bagian dari uji coba untuk memastikan sistem persinyalan, komando operasi kereta, hingga manajemen waktu perjalanan telah sesuai dengan standar operasional yang diterapkan.
Siang itu, kereta buatan Nippon Sharyo -perusahaan asal Jepang yang juga memproduksi kereta shinkansen- melaju secara otomatis tanpa kendali masinis di dalam kereta.
“Kereta saat ini dijalankan secara otomatis dari command center. Masinis tetap ada tapi hanya perlu saat kereta beroperasi manual,” jelas William.
MRT Jakarta menjadi moda transportasi massal pertama di Indonesia yang menerapkan sistem persinyalan communication-based train control (CBTC).
CBTC mengirimkan data real time posisi kereta sehingga operator dari pusat ruang kontrol bisa mengatur jumlah dan mengatur jarak antar-kereta.
Hasilnya, jarak antar-kereta bisa diatur lebih dekat tanpa menimbulkan risiko bertabrakan.
Manajemen MRT akan terus menguji keseluruhan sistem hingga beroperasi untuk publik pada pekan terakhir Maret 2019 nanti.
Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta Silvia Halim mengatakan pihaknya tinggal merampungkan pembangunan titik masuk stasiun dan merapikan area pedestrian bersamaan dengan uji coba sistem secara keseluruhan.
Silvia juga memastikan konstruksi proyek MRT tahan gempa hingga berkekuatan 8 skala richter sesuai standar yang diterapkan Jepang dan standar nasional Indonesia.
Selain itu, stasiun bawah tanah MRT juga didesain agar aman dari banjir.
Dia mengatakan ketinggian titik masuk MRT dibangun berdasarkan data historis ketinggian air saat banjir di masing-masing area.
MRT juga memiliki instalasi flood barriers untuk mencegah masuknya air ke stasiun bawah tanah.
“Kita bahkan memasang water level censor di Kanal Banjir Barat dan Kali Krukut, dua sungai besar yang dilewati rute MRT,” jelas Silvia.
Kurangi macet Ibu Kota
Pembangunan konstruksi MRT dimulai pada 2013 lalu oleh Presiden Joko Widodo saat masih menjabat Gubernur DKI Jakarta.
Dalam bidang transportasi, Jakarta tertinggal dibanding kota-kota besar lainnya di Asia Tenggara.
Singapura misalnya telah memiliki MRT sejak 1987, Kuala Lumpur sejak 1995, dan Manila sejak 1999.
Proyek MRT membawa misi besar untuk mengurangi kemacetan Jakarta yang telah menjadi masalah menahun.
MRT menargetkan mengangkut 173 ribu penumpang per hari, terutama para pengendara mobil pribadi untuk beralih menggunakan transportasi massal ini.
William optimistis target itu bisa terpenuhi, mengingat waktu tempuh 30 menit dengan MRT relatif lebih cepat dibanding perjalanan menggunakan mobil pribadi atau Transjakarta.
MRT, lanjut dia, juga menawarkan kepastian waktu bagi penumpang.
“Kalau mau bebas macet harus reliable, on time. Kalau tidak on time, orang pasti enggak mau,” tutur William.
Namun efektivitas operasional MRT, sambung dia, bisa maksimal jika ditunjang integrasi yang baik dengan moda transportasi lain seperti light rail transit (LRT) dan Transjakarta.
William mengatakan integrasi secara menyeluruh bisa mengubah kebiasaan masyarakat bertransportasi dan mengurangi kemacetan Jakarta.
Proyek MRT pun masih akan berlanjut hingga menjangkau ‘tulang punggung’ Jakarta dari utara ke selatan serta barat ke timur.
Sejalan dengan itu, pemerintah juga membangun sistem light rail transit (LRT) dan menata integrasi Transjakarta dengan angkutan kota menjadi sebuah sistem transportasi yang saling menunjang.
“Jakarta memang terlambat. Target (rail system) 300 kilometer pada 2030, termasuk loop line harus bisa terpenuhi. Kalau tidak, we fail to learn,” kata dia.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.