Setya Novanto: Tuntutan JPU kembalikan uang tak relevan
Pada sidang pembacaan tuntutan terhadap Novanto di akhir bulan lalu, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Novanto membayar uang pengganti USD7,435 juta dikurang Rp5 miliar yang sudah dia berikan kepada KPK

Jakarta Raya
Shenny Fierdha
JAKARTA
Terdakwa kasus korupsi proyek e-KTP Setya Novanto menilai bahwa tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut agar dia mengembalikan uang yang diterima dari proyek tersebut sebagai hal yang tidak relevan.
"Tidak relevan tuntutan JPU kepada saya karena tidak didukung dengan saksi dan bukti," ucap Setya saat membacakan pledoi atau pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Jumat.
Pada sidang pembacaan tuntutan terhadap Setya di akhir bulan lalu, JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut dirinya untuk membayar uang pengganti sebanyak USD 7,435 juta dikurang Rp 5 miliar yang sudah dia berikan kepada KPK.
Adapun nominal USD 7,435 juta itu sesuai dengan besaran uang yang diduga diterimanya dari proyek e-KTP untuk memperkaya diri.
Di hadapan sidang, Novanto juga memprotes tuntutan JPU KPK yang menuntutnya untuk menyerahkan uang sebanyak Rp 1,3 miliar, senilai dengan harga jam tangan mewah merek Richard Mille yang dia terima terkait proyek e-KTP.
Menurut dia, jam tangan itu sudah dia kembalikan kepada terpidana kasus korupsi e-KTP pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.
"Jam itu sudah terdakwa [Setya Novanto] kembalikan kepada Andi pada Januari 2017 di rumah terdakwa ketika sedang ada acara. Jam itu kemudian dijual," ungkap Novanto.
Ketika jam sudah berada di tangan Andi, lanjut dia, Andi lalu menjual jam tangan tersebut di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan seharga Rp1 miliar.
"Uang hasil penjualan lalu dibagi dua. Sebanyak Rp650 juta untuk Andi dan Rp350 juta untuk [almarhum] Johannes Marliem [saksi kunci e-KTP]," terang Novanto.
Dia menilai tuntutan JPU KPK terkait jam itu harus ditiadakan.
"Karena jam terbukti sudah dijual sehingga tuntutan uang pengganti terkait jam itu harus dikesampingkan. Tidak relevan bahwa saya harus menanggung jam itu dalam bentuk uang pengganti," tegas Setya.
JPU KPK menuntut Setya 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan penjara.
Apabila mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu gagal membayar ganti paling lambat satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, hartanya akan dirampas negara sebagai gantinya.
Jika ternyata hartanya kurang, maka masa hukuman pidananya ditambah tiga tahun lagi.
JPU KPK juga menuntut hak politik Setya dicabut selama lima tahun usai menjalani pidana penjara.
Permohonan mantan Ketua Umum Partai Golkar untuk menjadi justice collaborator dalam mengusut kasus megakorupsi e-KTP itu juga ditolak oleh JPU KPK.
Waktu masih memimpin DPR dulu, Setya mengatur agar proyek e- KTP disetujui disetujui oleh para anggota DPR selain dia juga mengatur pemenang proyek.
Akibatnya, negara menderita kerugian sebesar Rp 2,3 triliun dari total proyek senilai Rp 5,9 triliun.
JPU KPK menyatakan Setya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi dan melanggar Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.