Teknologi digital membuat kelas menengah punya banyak pilihan
Pertumbuhan konektivitas dan adopsi perangkat mobile, mendorong perubahan perilaku dan aspirasi kelompok masyarakat kelas menengah di Indonesia dan Asia Tenggara

Jakarta Raya
Muhammad Latief
JAKARTA
Teknologi digital membuat lapisan kelas menengah Asia Tenggara khususnya Indonesia mempunyai banyak pilihan profesi, bisnis maupun minat dibanding generasi sebelumnya, ujar Country Director, Facebook - Indonesia Sri Widowati, di Jakarta, Kamis.
Menurut Widowati bagi mereka teknologi bukan sekadar sarana menghabiskan waktu semata, namun telah menjadi penting dari kehidupan yang membantu menjembatani perbedaan antara nilai-nilai budaya tradisional dan nilai kehidupan modern.
“Teknologi digital memberikan keistimewaan tersendiri bagi masyarakat kelas menengah di Indonesia yang tidak dimiliki oleh generasi sebelumnya, yaitu kemampuan untuk memilih,” ujar Widowati saat memaparkan hasil penelitian “The Rising Wave”, sebuah studi Facebook bersama Bain & Co tentang dampak teknologi digital pada masyarakat kelas menengah di Indonesia serta perubahan yang mengikutinya.
Indonesia menjadi perhatian khusus karena diperkirakan pada 2022, jumlah masyarakat kelas menengah di negara ini bertambah hingga 180 juta orang. Angka ini hampir setengah dari total 350 juta orang kelas menengah di Asia Tenggara.
Menurut Widowati, urbanisasi, disertai pertumbuhan konektivitas dan adopsi perangkat mobile, mendorong perubahan perilaku dan aspirasi kelompok masyarakat kelas menengah di Indonesia dan Asia.
Teknologi digital ini membuat masyarakat kelas menengah mampu memilih dan menjalani identitas tertentu. Mereka mengadopsi nilai-nilai modern agar mereka tidak ketinggalan jaman, tanpa menanggalkan nilai budaya tradisional.
Selain itu, mereka juga mempunyai kemampuan untuk memilih komunitas. Yaitu ruang di dunia maya yang menjadi tempat berkumpul orang dengan passion, minat, aspirasi, dan juga tantangan sama.
“Teknologi digital juga membuka kemungkinan baru, peluang dan ambisi baru. Mereka bisa mengejar mimpinya, menjalani passion, minat, meningkatkan keahlian,” ujar Widowati.
“Mereka juga belajar memonetisasi hobi mereka, dan menciptakan sumber pendapatan baru.”
Dengan teknologi digital masyarakat kelas menengah bisa menentukan produk dan bagaimana cara membelinya. Memilih dan membeli barang-barang ini bisa membuat mereka berbahagia, seperti produk kecantikan, perjalanan, pengalaman, dan barang bermerek, kata Widowati.
Contoh kebebasan memilih ini menurut Widowati terjadi pada Fadli, seorang karyawan pemasaran. Awalnya, dia berbisnis kue kecil-kecilan di tengah kesibukan sebagai karyawan, namun teknologi digital membuka kesempatannya meluncurkan dan menjalankan bisnis kue.
“Dari awalnya dilarang orang tua karena dianggap tidak bisa mendapatkan penghasilan layak, sekarang dia menjalani bisnis penuh waktu dan sedang berusaha mendapatkan lisensi agar bisa menjual kue di supermarket,” ujar Widowati.
Contoh lain, kata Widowati adalah Ninda, seorang ibu rumah tangga asal Malang, Jawa Timur. Setelah menikah, dia sempat melupakan cita-citanya memiliki bisnis ritel. Namun, teknologi digital telah membuka peluang baru bagi Ninda dengan membuka toko online di platform media sosial Instagram dan marketplace Shopee.
“Kami berkomitmen mengembangkan manfaat dari teknologi digital bagi masyarakat kelas menengah dan masyarakat Indonesia secara lebih luas,” ujar dia.
Studi ini dilakukan selama April hingga Juni 2018, dengan studi etnografi, 160 peer hangouts, dan riset selama 2.000 jam dengan 12.000 survei online di Asia Tenggara.
Indonesia mewakili bagian terbesar dari sampel penelitian. Sebanyak 9 dari 21 kota yang diteliti berasal dari Indonesia yaitu Jakarta, Bekasi, Tangerang, Palembang, Makassar, Malang, Medan, Surabaya dan Bandung. Sampel juga diambil di Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.
Kelas menengah sendiri didefinisikan sebagai kelompok dengan pendapatan antara USD16-USD100 yang siap dibelanjakan.
Leader of Bain's Digital Practice, Florian Hoppe mengatakan masyarakat sebagian besar di Asia Tenggara mengakui bahwa kelas menengah bisa menjadi penggerak ekonomi. Namun di Indonesia, baru 15 bisnis yang telah memiliki rencana yang menyeluruh untuk menjangkau konsumen dari kelompok masyarakat kelas menengah.
Sementara tantangan yang dihadapi adalah infrastruktur logistik yang harus yang belum memadai dan akses masyarakat pada pembayaran non tunai yang belum merata.
"Banyak yang belum mendapatkan layanan perbankan dan transaksi tunai masih sangat banyak," kata Hoppe.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.