Nasional

Amnesty International: 7 pasal RUU Cipta Karya ancam hak pekerja

Amnesty International Indonesia meminta pemerintah dan DPR mengkaji ulang pasal-pasal yang dianggap bermasalah dan berpotensi melanggar HAM pekerja

Nicky Aulia Widadio  | 19.08.2020 - Update : 21.08.2020
Amnesty International: 7 pasal RUU Cipta Karya ancam hak pekerja  Ilustrasi: Demonstrasi buruh di Jakarta. (Foto file - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

JAKARTA

Amnesty International Indonesia meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengkaji ulang sejumlah pasal dalam klaster ketenagakerjaan pada Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang dianggap berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM).

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan ada setidaknya tujuh poin yang bermasalah dan berpotensi merugikan pekerja dalam draf RUU Cipta Kerja tersebut.

“Pasal-pasal ini berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM, karena akan memberikan lebih banyak ruang bagi perusahaan dan korporasi untuk mengeksploitasi tenaga kerja. Jika disahkan, RUU ini bisa membahayakan hak-hak pekerja,” kata Usman melalui webinar pada Rabu.

Pertama, RUU ini mencabut Pasal 59 Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menghilangkan jangka waktu maksimal perjanjian kerja sementara dan jangka waktu perpanjangan maksimal.

Perusahaan tidak lagi berkewajiban mengangkat pekerja kontrak menjadi pegawai tetap dan berpotensi menyebabkan mereka tidak mendapat perlindungan yang memadai.

Seperti pensiun, cuti tahunan selama 12 hari, dan kompensasi untuk pemutusan hubungan kerja

Kedua, penambahan Pasal 77A yang memungkinkan peningkatan waktu kerja lembur dari 3 jam per hari menjadi 4 jam per hari.

Selain itu, kompensasi untuk jam kerja ekstra ditentukan oleh pemberi kerja berdasarkan skema perhitungan sesuai masa kerja, bukan tarif yang ditetapkan pemerintah.

Ketiga, Pasal 88C RUU Cipta Kerja menghapuskan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK).

Akibatnya, ketentuan ini akan memukul rata standar upah minimum di semua kota dalam satu provinsi.

Dengan demikian, implementasi pasal ini juga berdampak pada besaran UMR di kota atau kabupaten yang sebelumnya lebih tinggi dari upah minimum provinsi (UMP).

“Ketentuan ini akan menurunkan tingkat upah minimum. Konsekuensinya, banyak pekerja yang tidak lagi cukup untuk menutupi biaya hidup harian mereka,” jelas dia.

Keempat, RUU Cipta Kerja menghilangkan tingkat inflasi yang sebelumnya diperhitungkan dalam kalkulasi upah minimum.

Padahal menurut Amnesty, tingkat inflasi memengaruhi biaya hidup dan daya beli pekerja secara langsung.

"Penting untuk memastikan besaran upah minimum mencukupi dan layak bagi pekerja," ujar dia.

Kelima, RUU Cipta Kerja memberikan kebebasan kepada pengusaha untuk menentukan unit keluaran yang ditugaskan kepada pekerja sebagai dasar penghitungan upah (sistem upah per satuan) melalui penambahan Pasal 88B.

Keenam, RUU Cipta Kerja mengubah ketentuan cuti berbayar dalam Pasal 93 (2) UU Ketenagakerjaan, meniadakan beberapa bentuk cuti berbayar termasuk cuti haid, cuti untuk keluarga, dan hari raya keagamaan.

Ketujuh, RUU ini menghapus Pasal 91 dari UU Ketenagakerjaan sehingga meniadakan kewajiban bagi pengusaha untuk membayar pekerja sesuai dengan standar upah minimum.

Amnesty International Indonesia mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang pasal tersebut dan memastikan hak pekerja dilindungi, sejalan dengan hukum nasional dan standar HAM internasional.

Usman juga mengkritik proses penyusunan Omnibus Law yang berjalan secara tidak terbuka dan tidak transparan.

Pemerintah mengklaim telah melibatkan 14 serikat pekerja sebagai bagian dari proses konsultasi publik, namun seluruh serikat pekerja membantah klaim tersebut.

Serikat pekerja justru merasa tidak pernah dilibatkan sejak awal proses penyusunan RUU ini.

“Ini berarti tidak ada interaksi yang jujur dan terbuka antara otoritas pemerintah dan kelompok masyarakat terkait penyusunannya,” kata Usman.

“Seharusnya para serikat pekerja dilibatkan dalam proses penyusunannya sejak awal, karena anggota merekalah yang akan terdampak langsung oleh RUU tersebut,” lanjut dia.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.