Indonesia kerahkan 36 helikopter tangani kebakaran hutan
Frekuensi kejadian serta luas kebakaran hutan dan lahan mulai meningkat pada Agustus
Jakarta Raya
JAKARTA
Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengerahkan 36 helikopter untuk patroli udara dan ‘water bombing’ dalam menangani kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di enam provinsi.
Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari mengatakan frekuensi kejadian dan luas karhutla mulai meningkat pada Agustus.
Provinsi yang masuk kategori rawan yakni Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
“Agustus ini frekuensinya agak naik, ada beberapa laporan yang kita terima dari cakupan kebakarannya sudah melebihi 10 hektare pada satu titik. Pada bulan lalu tidak seluas itu,” kata Muhari kepada Anadolu Agency, Rabu.
Pengerahan helikopter, kata dia, diperlukan karena sejumlah kebakaran terjadi di area yang jauh dari pemukiman masyarakat, sehingga juga sulit dijangkau petugas penanganan di darat.
“Patroli udara ini akan kita efektifkan untuk memantau kondisi dan lokasi yang berpotensi mengalami kebakaran hutan,” ujar dia.
“Ini semua sudah siap beroperasi selama 24 jam,” lanjut Muhari.
Menurut Muhari, baru Riau dan Kalimantan Barat yang telah menetapkan status ‘siaga darurat’ pada skala provinsi untuk mempercepat penanganan karhutla.
Kedua provinsi juga merupakan wilayah yang memiliki titik panas terbanyak sejak Januari hingga 29 Juli. Rinciannya 164 titik panas di Kalimantan Barat dan 170 titik panas di Riau.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat sebanyak 52.481 hektare lahan terbakar di Indonesia sepanjang 2021.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak musim kemarau di wilayah yang rawan karhutla seperti Sumatra bagian selatan dan sebagian besar Kalimantan terjadi pada Agustus-September 2021.
BMKG juga telah merekomendasikan agar pemerintah mewaspadai potensi karhutla berskala sedang hingga tinggi pada Agustus di Sumatra bagian tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.