Jakarta Raya
Puluhan ekor anjing tiba-tiba menyalak serentak ketika Hesti Sutrisno membuka pagar rumahnya di kawasan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin.
Hesti yang sehari-hari bercadar, akrab dengan anjing-anjing itu, kebiasaan yang tidak lazim bagi perempuan muslim seperti dirinya di Indonesia.
Memelihara hewan berkaki empat dengan jumlah yang tidak lazim itu tentu merepotkan, tapi Hesti telaten merawat anjingnya satu persatu.
Pada mulanya, Hesti mengaku bukan pecinta anjing. Jangankan memelihara, memegang pun dia tidak berani.
Rasa takut pada binatang itu hilang saat dia tiba-tiba merasa iba melihat seekor anjing liar mengais sampah dan memakannya.
Diapun tak tega meninggalkan anjing itu di jalanan, dan membawanya pulang.
Itulah anjing liar pertama yang dia bawa ke rumah, dan diberi nama John, kejadiannya sekitar 2015.
Waktu dia masih mengontrak rumah di kawasan Pamulang, Tangerang, Banten.
“Awalnya mau kasih makan saja takut. Terus diyakinkan teman untuk tidak takut ,” cerita Hesti saat ditemui Anadolu Agency di rumahnya.
Perlahan, rasa takut Hesti berubah menjadi rasa sayang kepada hewan berkaki empat itu.
Sejak saat itu, Hesti terus menambah anjing untuk dipelihara.
Rata-rata anjing yang dirawat Hesti berasal dari anjing liar yang dia ambil dari jalanan.
Hesti merasa menemukan kebahagiaan saat memelihara anjing liar.
Kebahagiaan itu muncul terutama jika anjing liar yang sebelumnya kurus kering karena kelaparan menjadi sehat, bersih dan lucu setelah mendapat perawatan darinya.
Biaya pakan dan kesehatan untuk para anjing ini, Hesti ambil dari keuntungan berjualan keripik.
Selain itu dia kadang menerima dana dari donatur.
Sejauh ini uangnya cukup, kata dia.
Belum ada titik temu
Namun memelihara 70 anjing bukan persoalan mudah bagi Hesti.
Karena Indonesia adalah negara mayoritas muslim yang menganggap anjing adalah hewan pembawa najis yang harus dihindari.
Seorang Muslim jika bersentuhan dengan air liur hewan ini disebut terkena najis yang berat, dan harus menjalankan ritual tertentu untuk membersihkannya.
Karena itu, saat memelihara anjing di Pamulang, dia kerap mendapat protes dari warga sekitar yang merasa terganggu baik oleh gonggongan anjing maupun khawatir terkena najis.
Tak ada titik temu. Warga terus memprotes meski Hesti berusaha membenahi caranya memelihara anjing.
Kontroversi serupa tetap dia alami meski kini dia sudah memelihara anjing di rumah dan lahan seluas 500 meter persegi miliknya sendiri, di Bogor.
Rumah itu dia beri nama Green House, jaraknya sekitar 100 meter dari pemukiman warga.
Di Green House, Hesti bahkan mempekerjakan tujuh orang pegawai untuk mengurusi anjing-anjingnya ini.
Beberapa waktu lalu rumah dia pernah didatangi sekelompok warga yang merasa risi dengan keberadaan puluhan anjing peliharaannya.
Mereka protes karena gangguan suara anjing dari rumah Hesti. Warga juga khawatir hewan-hewan itu membawa najis yang sewaktu-waktu mengenai mereka.
Bahkan mereka meminta Hesti mengosongkan lahan, meskipun itu miliknya sendiri.
Hesti bergeming, meskipun menuai protes, dia bertekad tetap mempertahankan keberadaan shelter ini.
Apalagi Hesti sudah mengantongi izin dari kepala desa dan pemerintah kecamatan setempat.
Dia pun merasa tak menyalahi aturan.
Hesti juga telah mengatur sedemikian rupa agar 70 anjing peliharaannya tidak mengganggu sekitar.
“Kan sudah dibuat pintu di belakang. Jadi kalaupun ada orang baru yang datang anjing-anjing ini tidak bakal berisik,” jelas Hesti.
Selain itu, dia juga membuat bak penampungan khusus untuk membuang kotoran anjing agar tidak menimbulkan bau tak sedap.
Hesti juga mengatakan bahwa puluhan anjingnya ini sudah mendapat vaksinasi sehingga kemungkinan penyakit rabies yang dikhawatirkan minim terjadi.
Persoalan ini tetap menggantung, warga masih belum berkenan ada penampungan anjing di lingkungan tempat tinggalnya.
Hingga kini belum ada forum dialog antara Hesti dan warga untuk menemukan solusi.
Sementara Dinas Peternakan Kabupaten Bogor tidak bisa memberi jalan keluar apapun, karena menampung puluhan ekor anjing terutama di tengah pandemi Covid-19 juga bukan persoalan mudah.
"Saya sebenarnya ingin mengobrol, mencari solusi. Tapi sampai saat ini belum ada yang ketemu langsung," ujar dia.
Selain menuai protes, dia juga sering menerima cercaan karena memelihara anjing dianggap tidak pantas untuknya.
Hesti meyakini persoalannya dengan warga merupakan bagian dari ujiannya dari upayanya berbuat baik bagi sesama makhluk hidup.
Dia mantap mengatakan tak akan berhenti menolong anjing liar.
“Ini ujian buat saya dari Allah. Kalau saya sudah berkomitmen untuk merawat mereka maka akan saya rawat sampai akhir hayat,” ujar Hesti.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.