Organisasi teror Jamaah Islamiyah terus bergerak dalam diam
Temuan Polri menunjukkan JI tengah membangun basis ekonomi dan memasuki aspek sosial masyarakat, namun tujuan akhir mereka membentuk negara Islam tidak berubah

Jakarta Raya
Nicky Aulia Widadio
JAKARTA
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menyatakan kelompok teroris Jamaah Islamiyah tengah bertransformasi menjadi organisasi yang modern dan mandiri secara ekonomi untuk mencapai tujuan akhir mereka membentuk negara khilafah di Indonesia.
Pergerakan dan penindakan terhadap kelompok JI lama tak terdengar, setelah aksi teror di Indonesia beberapa tahun belakangan didominasi oleh kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan paham Daesh.
Namun sejak akhir Juni lalu, Densus 88 telah menangkap enam orang pimpinan organisasi yang berafiliasi dengan kelompok teroris global Al-Qaeda ini.
Nama JI dikenal setelah aksi bom Bali pada 2002 dan 2005 lalu yang menewaskan lebih dari 200 orang, termasuk wisatawan mancanegara.
Juru bicara Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan meski aksi teror dari kelompok JI tidak lagi terdengar, namun mereka masih berupaya mencapai tujuan akhir membentuk negara Islam.
Polisi menemui fakta bahwa pimpinan JI yang buron sejak 2003, Para Wijayanto, memiliki perkebunan kelapa sawit di Sumatera dan Kalimantan, dimana setiap anggotanya dibayar sebesar Rp10 juta hingga Rp15 juta per bulan.
Polisi juga telah menangkap petinggi JI berinisial AS di Magetan, Jawa Timur pada 3 Juli lalu yang diduga mengelola basis perekonomian organisasi ini.
Menurut Dedi, tidak menutup kemungkinan mereka memiliki bisnis di sektor lain.
“Mereka orientasinya harus bisa bergerak secara masif, harus didukung basis ekonomi yang kuat makanya mereka membangun ekonomi dulu,” kata Dedi kepada Anadolu Agency, Kamis.
Penguatan basis ekonomi, menurut dia, merupakan salah satu strategi JI untuk menarik pengikut.
“Ketika ekonomi sudah kuat, sudah mendapat masukan yang konstan dari berbagai sumber kemudian mereka merekrut sumber daya manusia, brainwashing, lalu membentuk negara Islam,” jelas Dedi.
Polri, kata dia, akan terus memantau perkembangan dari kelompok JI. Apalagi JI memiliki karakter yang lebih terorganisasi dibanding kelompok JAD.
Kelompok JAD memiliki simpatisan yang menyebar dengan aksi teror yang cenderung lebih kecil, namun menyebar. Sedangkan JI memiliki seleksi yang lebih ketat.
Dedi menuturkan organisasi JI saat ini masih berpusat di Jawa, sedangkan JAD memiliki jaringan di sejumlah daerah dengan pemimpin di masing-masing kelompok kecil mereka.
Gerakan “sosial” JI
Pengamat terorisme Noor Huda Ismail mengatakan pergerakan JI saat ini tidak dapat dilihat sebagai kelompok teror saja, melainkan juga sebagai organisasi yang juga bergerak menyebarkan pemahaman mereka melalui aspek sosial.
“Selama ini yang ditangkap adalah divisi militernya, tapi kita lupa aspek sosialnya,” kata Noor Huda.
Menurut dia, kelompok JI juga tengah berupaya menggalang dukungan menggunakan nama organisasi lain. Dia menolak menyebut organisasi yang dimaksud.
“Mereka pakai nama lain karena JI namanya sudah tidak oke,” tutur dia.
Pada satu kutub, JI tetap menjaga “jihad” mereka melalui konfrontasi langsung dengan pemerintah, namun di sisi lain mereka turut memasuki sistem demokrasi untuk menggalang dukungan.
Dia mengkhawatirkan merebaknya praktik politik identitas justru memudahkan kelompok-kelompok seperti JI menyebarkan pemahaman mereka.
Menurut dia, pergerakan JI tetap harus diwaspadai meski gaungnya telah lama tidak terdengar.
“Indikasi diam itu mereka mencari momentum yang tepat. Konstruksi mereka itu, kalau kuat suatu saat akan melawan dan mereka bisa muncul dalam berbagai bentuk,” ujar Noor Huda.
Direktur Pelaksana Yayasan Prasasti Perdamaian Taufik Andrie mengatakan JI adalah organisasi teror paling adaptif terhadap dinamika global maupun domestik.
Mereka cermat mengelola organisasi dan tidak sembarangan mengambil langkah-langkah strategis.
“Misalnya dalam isu Suriah, JI tidak serampangan mengirim orang dan melakukan serangan-serangan teroris di dalam negeri,” ujar dia.
Menurut Taufik, meski tanpa melakukan serangan-serangan secara reguler, program peningkatan kapasitas mereka terus berjalan, dalam rekrutmen maupun pengembangan anggota.
“JI juga membangun support system yang baik, khususnya dalam bidang ekonomi dan kemiliteran.”
Muhammad Latief berkontribusi pada tulisan ini.