Politik

AS jatuhkan sanksi pada individu, entitas di Myanmar

Divisi Infanteri Ringan ke-66 Myanmar, para pemimpinnya dan 3 pedagang senjata di antara pihak yang dikenakan sanksi AS

Michael Hernandez  | 26.03.2022 - Update : 28.03.2022
AS jatuhkan sanksi pada individu, entitas di Myanmar Ilustrasi pengungsi etnis Rohingya (Foto file - Anadolu Agency)


WASHINGTON

Amerika Serikat (AS) pada Jumat menjatuhkan sanksi kepada lima individu dan lima entitas di Myanmar setelah menyimpulkan bahwa militer negara itu melakukan "genosida" terhadap penduduk Rohingya.

“Kebrutalan dan penindasan telah menjadi merek dagang dari pemerintahan rezim militer Burma,” kata Wakil Menteri Keuangan untuk Terorisme dan Intelijen Keuangan AS Brian Nelson dalam sebuah pernyataan.

“Kementerian Keuangan berkomitmen untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab atas kekerasan dan penindasan yang sedang berlangsung. Kami akan terus mendukung rakyat Burma, termasuk mereka yang berani menentang militer,” tambah Nelson.

Mereka yang diberikan sanksi di antaranya Divisi Infanteri Ringan ke-66 Myanmar, termasuk para pemimpinnya Brigadir Jenderal Ko Ko Oo, dan dan Mayor Jenderal Zaw Hein.

Tiga orang yang diidentifikasi sebagai pedagang senjata -- Naing Htut Aung, Aung Hlaing Oo dan Sit Taing Aung -- dikenai sanksi karena diduga memberikan senjata dan peralatan kepada militer Myanmar, yang secara resmi dikenal sebagai Tatmadaw.

International Gateways Group milik Naing Htut Aung, dan Myanmar Chemical & Machinery milik Aung Hlaing Oo juga dikenai sanksi AS.

Htoo Group of Companies, dan anak perusahaannya Asia Green Development Bank Ltd, dikenai sanksi karena dimiliki oleh Tay Za, yang dikenai sanksi pada 31 Januari.

Hukuman ekonomi datang tiga hari setelah AS secara resmi menyimpulkan bahwa Tatmadaw bertanggung jawab atas kejahatan terhadap minoritas Muslim Rohingya di Myanmar yang merupakan genosida.

Tekad AS datang ketika pengadilan tinggi PBB melanjutkan prosesnya untuk menentukan apakah Myanmar bertanggung jawab atas genosida.

Mahkamah Internasional (ICJ) telah mengadili kasus tersebut, yang dibawa oleh Gambia, dan menuduh Myanmar melanggar Konvensi Genosida dalam tindakan brutalnya terhadap komunitas Rohingya, selama lebih dari dua tahun.

Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan AS telah memberikan informasi kepada Gambia untuk memperkuat kasusnya.

Pada Januari 2020, ICJ memberlakukan “tindakan sementara”, memerintahkan diakhirinya praktik genosida terhadap Rohingya.

Myanmar diwakili dalam kasus ini oleh mantan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, yang digulingkan dalam kudeta Tatmadaw Februari 2021, dan telah dipenjara oleh junta dengan berbagai tuduhan.

Kudeta militer telah memicu protes massal di Myanmar di mana pasukan junta telah membunuh lebih dari 1.500 orang dalam tindakan keras terhadap perbedaan pendapat, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sebuah kelompok pemantau HAM lokal.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın