Regional

Pakar konservasi Malaysia desak hukuman berat bagi pemburu liar

Jika tidak menerapkan hukuman yang berat, kata pakar, negara berisiko kehilangan harta, ikon dan simbol nasional

Rhany Chairunissa Rufinaldo  | 21.08.2020 - Update : 21.08.2020
Pakar konservasi Malaysia desak hukuman berat bagi pemburu liar (ILUSTRASI) Kepolisian Riau menggelar konferensi pers di Pekanbaru, Riau, Indonesia pada 15 Desember 2019. Polisi berhasil menangkap tersangka perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi. (Dedy Sutisna - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

JAKARTA

Pakar konservasi Malaysia menegaskan kembali desakan mereka atas hukuman yang lebih berat pelaku perburuan satwa liar ilegal.

Mereka mengatakan amandemen Undang-Undang Konservasi Satwa Liar 2010 (Undang-undang 716) yang diusulkan, jika disahkan di Parlemen, akan bertindak sebagai pencegah bagi pemburu liar dan orang lain yang terlibat dalam kegiatan kriminal terhadap satwa liar.

Hal ini dikarenakan pemburu adalah bagian dari sindikat kriminal yang bersedia mengambil risiko dengan imbalan keuntungan besar dari penjualan spesies langka dan terancam punah di pasar gelap.

Mereka mengatakan bahwa sindikat, dengan keuntungan haram dari berbagai kegiatan ilegal, kurang menghargai denda yang tinggi.

Kepala eksekutif dan pendiri Pusat Konservasi Beruang Madu Kalimantan, Wong Siew Te, mengatakan amandemen undang-undang yang diusulkan akan menjadi langkah besar dalam melindungi spesies yang sangat terancam punah di Malaysia, seperti harimau Malaya, yang populasinya kurang dari 200 ekor, dan beruang madu, yang jumlahnya antara tinggal 300-500 ekor.

"Spesies yang lebih langka dihargai lebih tinggi di pasar gelap. Pemburu akan selalu mengambil risiko untuk berburu spesies terakhir yang terancam punah, seperti harimau Malaya, ketika spesies tersebut menjadi sangat berharga di pasar gelap,” ungkap Wong seperti dilansir New Strait Times.

Pada 2016, perdagangan satwa liar ilegal mencapai USD23 miliar per tahun dan merupakan kejahatan global paling menguntungkan keempat setelah narkoba, perdagangan manusia dan senjata.

Pada Rabu, direktur jenderal Departemen Satwa Liar dan Taman Nasional Semenanjung Malaysia (Perhilitan) Datuk Abdul Kadir Abu Hashim mengatakan bahwa departemen tersebut meminta denda maksimum RM1 juta dan hukuman penjara hingga 15 tahun karena perburuan, naik dari denda RM500.000 saat ini, dan lima tahun penjara.

Kenaikan denda dan hukuman penjara melibatkan amandemen Undang-Undang Konservasi Margasatwa 2010 (Undang-Undang 716), yang diharapkan akan dibawa ke Parlemen akhir tahun ini.

Saat menggemakan proposal dari kebun binatang Zoo Negara tahun lalu, Wong mengatakan hukuman bagi pemburu harimau harus mencakup hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati.

Dia juga setuju dengan saran dari pemerintah federal sebelumnya untuk mempertimbangkan kebijakan tembak ditempat terhadap pemburu satwa liar dalam upaya melindungi harimau Malaya.

"Saya setuju dengan mereka. Deforestasi dan hilangnya habitat bagi satwa liar telah menyebabkan pengurangan populasi spesies satwa liar kita yang berharga secara signifikan,” ujar Wong.

Menurut dia, Malaysia harus menerapkan hukuman terberat untuk menyelamatkan harimau Malaya yang tersisa dan satwa liar lainnya, jika tidak, negara berisiko kehilangan harta, ikon dan simbol nasional.

Wong mengatakan bahwa jika terpidana bisa membayar denda atau jaminan yang tinggi, maka hal itu akan mendorong pada penyelidikan lebih lanjut, seperti UU Anti Pencucian Uang, Pembiayaan Anti Terorisme dan Hasil Kegiatan Melanggar Hukum 2001 (AMLATFA).

"Banyak dari pemburu ini berasal dari sindikat yang juga terlibat dalam kegiatan kriminal lainnya. Diperlukan penyelidikan lebih lanjut tentang latar belakang, jaringan dan aktivitas ilegal lainnya,” tutur dia.

AMLATFA menganggap 23 bagian dari Undang-Undang Konservasi Satwa Liar dan lima bagian di bawah Undang-Undang Perdagangan Spesies Langka Internasional sebagai pelanggaran serius, termasuk untuk perburuan ilegal, kepemilikan, impor dan ekspor satwa liar.

Dia mengatakan kemauan politik yang kuat juga penting karena prosedur penuntutan yang efektif untuk membangun kasus yang lebih kuat diperlukan.

Wong mengatakan konsensus dari hakim untuk menjatuhkan hukuman maksimum di pengadilan begitu terpidana dinyatakan bersalah juga penting.

Menurut dia, sebagian besar perburuan satwa liar atau kejahatan satwa liar ilegal dikaitkan dengan kemiskinan di dalam komunitas lokal, dan membantu mata pencaharian komunitas ini adalah kunci untuk menyelesaikan masalah perburuan satwa liar.

Presiden Masyarakat Alam Malaysia Profesor Dr Ahmad Ismail mengatakan perburuan harus dihentikan di lokasi tersebut.

Hal ini, kata Ahmad, membutuhkan patroli yang efektif oleh personel penegak hukum yang berdedikasi, termasuk angkatan bersenjata, polisi dan polisi hutan dengan sumber daya dan peralatan untuk menghadapi pemburu bersenjata lengkap.

"Di sepanjang rantai pasokan, kesadaran perlu ditingkatkan dan penegakkan hukum harus ditingkatkan,” imbuh dia.

Ahmad mengatakan petugas penegak hukum perlu mengetahui keberadaan hewan di hutan dan memastikan semua hutan lindung berada dalam penjagaan sehingga tidak ada yang bisa masuk tanpa izin.

“Kalaupun punya izin, tetap perlu didampingi aparat,” tambah dia.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.