UNHCR: 300 pengungsi Rohingya masih terkatung-katung di lautan
Utusan UNHCR di Indonesia Ann Mayman mengatakan ratusan pengungsi Rohingya itu sedang mencari tempat aman untuk mendarat
Jakarta Raya
JAKARTA
Badan Pengungsi PBB (UNHCR) mengungkapkan hingga sebanyak 300 pengungsi Rohingya masih berada di lautan di kawasan.
Utusan UNHCR di Indonesia Ann Mayman menyampaikan para pengungsi Rohingya itu berusaha mencari tempat aman untuk mendarat.
Untuk itu, kata dia, UNHCR bersiap untuk menyambut kedatangan para pengungsi Rohingya yang terkatung-katung di lautan.
“Saya pikir yang paling penting adalah menyelamatkan mereka,” ucap Mayman kepada Anadolu Agency, melalui sambungan telepon, pada Rabu.
Mayman juga mengatakan UNCHR selalu mendiskusikan situasi ini dengan negara-negara di kawasan untuk merespons krisis pengungsi Rohingya yang membawa mereka pergi ke lautan.
“Kita perlu menyelamatkan 300 orang yang berada di lautan itu,” kata dia.
Mayman menyampaikan UNHCR saat ini bekerja sama dengan pemerintah dan mitra lokal untuk menjamin keselamatan 99 Rohingya yang terdampar di Aceh, pekan lalu, dan diterima oleh warga Aceh.
“UNHCR telah menyelesaikan registrasi mereka sebagai pengungsi, dari 99 pengungsi, 56 orang di antaranya merupakan anak-anak,” tukas dia.
Dia juga menduga sebanyak 99 pengungsi tersebut merupakan korban penyelundupan manusia di mana mereka meminta bantuan para penyelundup untuk mendapatkan kapal.
“Jadi kemungkinan mereka berlayar dengan fasilitas para penyelundup,” tukas Mayman.
Namun dalam perjalanan itu, Mayman mensinyalir para pengungsi Rohingya telah diperas agar mereka bisa mengarungi lautan.
“Jadi banyak pemerasan dan eksploitasi yang dilakukan para penyelundup kepada para Rohingya,” jelas Mayman.
Pada 11 Juni lalu, Malaysia menolak sebuah kapal yang membawa sekitar 300 pengungsi Rohingya.
Dalam sebuah pernyataan, penjaga pantai Malaysia mengatakan kapal yang telah melaut selama lebih dari tiga bulan itu dicegat oleh kapal patroli ketika berusaha memasuki perairan Malaysia.
Orang-orang tertindas
Rohingya, yang disebut-sebut PBB sebagai kaum paling teraniaya, menderita sejumlah serangan sejak kekerasan komunal meletus pada 2012.
Amnestry International mengungkapkan bahwa lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, sebagian besar perempuan dan anak-anak, melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh, sejak pasukan keamanan Myanmar melancarkan serangan ke komunitas Muslim minoritas pada 2017.
Menurut Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA), sekitar 24.000 Muslim Rohingya dibunuh oleh pasukan Myanmar sejak 25 Agustus 2017.
Dalam laporannya yang berjudul "Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman yang Tak Terkira", OIDA menyebutkan lebih dari 34.000 Rohingya dibakar hidup-hidup, sementara lebih dari 114.000 lainnya dipukuli.
Tak hanya itu, sekitar 18.000 perempuan Rohingya diperkosa oleh militer dan polisi Myanmar dan lebih dari 115.000 rumah Rohingya dibakar habis dan 113.000 lainnya dirusak.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.